Karakteristik Masyarakat Penentu Penegakan Hukum

Karakteristik Masyarakat Penentu Penegakan Hukum

871
0
SHARE
Tanpa Helm Pengaman.

Oleh : John Doddy Hidayat.

Garut News ( Ahad, 20/10 – 2018 ).

Ilustrasi. Tanpa Helm Pengaman. (JDH).

Karakter antropologis masyarakat termasuk masyarakat dari kalangan aparat penegak hukum, bisa menjadi penentu berhasil tidaknya upaya penegakan hukum secara maksimal dan paripurna.

Lantaran watak, sifat – sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti individu maupun pada masing – masing kelompok lingkungan dipastikan memiliki pemahaman berbeda terhadap norma, kaidah, peraturan, serta pemahaman tentang hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

Namun bagi masyarakat taat hukum, yang didukung ragam upaya penegakan hukum secara jujur dan adil. Dipastikan bisa saling melengkapi bahkan bersinergi bersama – sama sebagai kohesi sosial. Mewujudkan kondusivitas tatanan kehidupan yang berbudaya, dan berkeadaban.

Lintasi Jalan Bermuatan Lebihi Kapasitas. (JDH).

Sehingga dengan dimilikinya kepribadian dewasa masyarakat tersebut, selain dapat membedakan mana yang baik dan buruk, juga mereka bisa memersiapkan hal-hal bakal terjadi di masa mendatang, karena selama ini banyak belajar dari kesalahan sudah diperbuatnya.

Bahkan dapat memiliki kemampuan mengendalikan diri sekaligus menahan diri dalam berkomentar maupun berkemampuan mengendalikan lisannya tak selalu memberi ocehan tentang apa pun yang dilihatnya.

Peran serta semua pihak, ditujukan seperti halnya otoritas Turki berhasil mengungkap misteri menghilangnya Khashoggi, ungkap Aljazeera, atas kerja sama yang apik antara aparat kepolisian (keamanan), politisi (pejabat negara), dan media.

Ketiga pihak bahu-membahu untuk menggali dan menyampaikan informasi secara akurat dan terukur. Apalagi, menghilangnya Khashoggi menjadi sensitif menyangkut hubungan diplomatik dua negara, Turki dan Saudi

Tetapi kendati selama ini pun, banyak masyarakat dan aparat penegak hukum yang taat hukum. Ternyata masih pula kerap terjadi gangguan “Kamtibmas”, serta kejahatan yang memenuhi unsur ragam jenis tindak pidana kriminalitas.

Kejahatan luar biasa pun, berupa Korupsi, penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba, dan terorisme masih acap merebak – marak dimana – mana, padahal upaya pemberantaannya kian masif dilakukan aparat dari pelbagai institusi teknis terkait.

Kondisi ini pun semakin diperparah banyaknya indikasi penyalahgunaan media soial, terutama menjelang penyelenggaraan pesta demokrasi Pemilu Legislatif, dan Pilpres pada 2019 mendatang.

“Wujudkan Kedewasaan”

Sangat beratnya melaksanakan amanah dan beban kerja aparat penegak hukum termasuk unsur Kepolisan, dipastikan pula tak membuahkan hasil maksimal. Jika tak didukung kedewasaan karakter masyarakatnya, termasuk masyarakat Pers maupun kalangan Jurnalis.

Banyak faktor penyebab berperilaku yang tak mencerminkan kedewasaan, di antaranya desakan pemenuhan kebutuhan soial ekonomi yang dilakukan serba instan atau tak mau menjalani proses panjang dan melelahkan, kemudian pola hidup yang hedonis, serta desakan meraih puncak popularitas dengan mentalitas menerabas.

Latar belakang tergerusnya cerminan kedewasaan masyarakat berkarakter itu, merupakan tanggungjawab bersama untuk menanggulanginya secara terencana dan terukur, dengan target kinerja yang jelas dan terukur pula.

Antara lain melalui penyelenggraan setiap jenjang pendidikan formal dan non formal, masifnya soialisasi kesadaran hukum, serta advokasi pemanfaatan media sosial untuk selalu mengakses banyak informasi bermanfaat seperti ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sehingga bisa memilih dan memilah kemanfaatan informasi yang perlu diserap, bukan informasi yang dapat menjadi sampah dan meracuni alam pemikiran masyarakat, serta menyesatkan.

Sedangkan perlunya penguatan banyak Sektor perekonomian masyarakat, Selain bisa memenuhi kebutuhan minimal mereka, juga diharapkan memotivasinya terus – menerus berkreativitas mewujudkan kesejahteraan sesuai keterampilan masing – masing.

Sebab dengan terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat, menjadikan pola pemikiran mereka positif, tak mudah berburuk sangka, tak saling mencurigai, serta dapat menolong sesama yang mengalami kesulitan ekonomi.

“Bijak Mencerna Informasi”

Tertumpu harapan senantiasa tersaji edukasi dari institusi teknis kepada masyarakat setiap menerima informasi, agar tak langsung dipercaya atau ikut disebarkan ke sosial media.

Meski peringatan saat menerima informasi merupakan konsep diajarkan Islam pada abad pertengahan. Melalui surat Al Hujarat ayat 6, Allah SAW berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.“

Kini, bahkan rasanya kita sudah masuk pada tahapan yang lebih genting lagi, Indonesia “KLB” (Kejadian Luar Biasa) hoaks.

Sebab kini penyebar hoaks tak hanya orang-orang berniat jahat, tetapi termasuk mereka sebenarnya memiliki niat baik. Serius, bahkan tujuan mulia sekali pun bisa menjadikan seseorang korban sekaligus penyebar hoaks.

Penyebar hoaks zaman sekarang bukan cuma anak alay kurang baca atau minus pergaulan melainkan mulai menyentuh pejabat, tokoh, pemimpin, akademisi, dan figur berpengaruh.

Beberapa dilakukan karena mereka menjadi korban, sebagian lagi demi kepentingan politik. Tentu perilaku tak bertanggung jawab ini, akan berimbas pada kekisruhan lebih besar.

Kemudian, media utama yang seharusnya menjadi penyaring berita, terkadang turut menjadi penyebar hoaks. Seharusnya media atau situs berita menjadi acuan utama dengan standarisasi jurnalisme yang terpercaya. (Asma Nadia).

Disusul black campaign atau black propaganda bertumpu pada informasi fiktif dengan sumber tidak dapat diverifikasi.

Sedangkan  kampanye negatif (negative campaign) menyajikan informasi belum tentu benar tetapi dapat diverifikasi. Atau informasi yang benar tapi digunakan menyerang dan membunuh karakter lawan politik.

Ada informasi faktual tentang kekurangan kompetitor yang dijadikan dasar materi kampanye negatif. Hal ini bisa dilakukan lewat iklan dan memang biasa terjadi dalam dunia periklanan komersial. ( DR Iswandi Syahputra, Dosen Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta).

“Mampu Bedakan Kebohongan dan Konspirasi”

Karena itu, semakin diperlukannya kecerdasan masyarakat menganalisis secara logis agar bisa membedakan garis sangat tipis antara kebohongan dan konspirasi, yang hingga 2011 lampau di dunia ini terdapat sedikitnya 151 konspirasi.

Antara lain Teka-teki Kematian Osama bin Laden, Skandal Malinda Dee, Hitler Lari dan Wafat di Indonesia, Kekuatan Asing di Belakang Ahmadiyah, Michael Jackson Memalsukan Kematiannya, Godaan Celana Dalam bagi Clinton, Program Cuci Otak Negara Islam Indonesia, Lady Gaga Anti Tuhan, Membungkam Kebenaran Wikileaks, dan lain lain.

Kata – kata yang mengubah dunia dari Plato sampai Obama, terdapat pula informasi Indonesia X – Files mengungkap fakta dari Kematian Bung Karno Sampai Kematian Munir, serta informasi “Illuminati” Dunia Dalam Genggaman Perkumpulan Setan. (Henry Makow Ph.D, Penulis Cruel Hoax : Anti Feminisme dan Akhli Teori Konspirasi).

Kemampuan membedakan antara kebohongan dan konspirasi ini, antara lain untuk menambah wawasan dalam menelisik informasi yang bisa dipercaya, dan informasi yang menjadi sampah.

Sebuah buku kontroversial di zamannya. Akhir 1970-an, Mochtar Lubis menulis buku membongkar potret kebobrokan manusia Indonesia, di antaranya: munafik, pemalas, berjiwa feodal, korupsi, dan gemar mencari kambing hitam. Lubis hanya menyanjung sisi positif orang Indonesia dari segi kemampuan artistik.

Di halaman belakang, Lubis menyisipkan pelbagai tanggapan pembaca mengenai buku ini. Lebih banyak kontra daripada yang pro, seakan mereka semua kompak menutup-nutupi sikap-sikap negatif di atas, yang memang faktanya banyak menghinggapi masyarakat Indonesia.

Dari dulu kita memang selalu dibuai teori-teori semu bahwa manusia Indonesia selalu ramah, rajin bekerja, mengutamakan musyawarah mufakat, gotong royong, beriman, bertakwa, dan hal-hal sempurna lainnya. Lubis dengan berani menanggapi setiap sanggahan pembaca itu satu persatu.

Sekilas seperti: menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri.

“Baik menjadi orang penting, tapi lebih penting menjadi orang baik,”

Pada 14 Juli 2004 silam, Kita Bangsa Indonesia kehilangan figur dikenang kejujurannya, Jenderal Polisi (Purn) Hoegeng Iman Santosa, dalam usia 82 tahun.

Kejujurannya jadi legenda. kejujuran dan kesederhanaan selalu diceritakan. Sosok polisi terkenal kejujuran dan keberaniannya. Namanya begitu melegenda di republik ini.

Salah Satu Ungkapannya ; “baik menjadi orang penting, tapi lebih penting menjadi orang baik”

Sedangkan WS Rendra pada salah – satu ungkapan Puisi Terakhirnya menulis :

Bila Kita Tidak Dapat Menjadi Jalan Besar, Cukuplah Menjadi jalan Setapak yang Dapat Dilalui Orang.

Bila kita Tidak Dapat Menjadi Matahari, Cukuplah Menjadi Lentera yang Dapat Menerangi Sekitar Kita.

Bila Kita Tidak Dapat Berbuat Sesuatu Untuk Seseorang, Maka Berdo’alah Untuk Kebaikan.

Mengakhiri tulisan sangat sederhana ini, penulis berpesan kepada diri sendiri juga kita yang masih berkiprah pada peranannya masing – masing.

Agar bersama – sama berupaya mewujudkan kualitas insan berintegritas yang berkarakter baik, serta terpuji, dengan tetap merawat serta menghargai identitas eksistensi kultural masing – masing pula berdimensi Tauhid, dan berbasiskan ketaqwaan kepada Tuhan YME.

Bersama merengkuh dan menggapai peradaban di masa depan., agar kita menjadi Bangsa yang Bermartabat.

********

Wassalam : John Doddy Hidayat, perintis pendirian “Lembaga Kantor Berita Nasional” (LKBN) ANTARA Manokwari, Papua Barat, kini pewarta www.garutnews.com dengan email : johngaroet@yahoo.com HP. 081 723 207 44.

Daftar Pustaka :

1. 151 Konspirasi Dunia (Alfred Suci)
2. Indonesia X – Files (dr Abdul Mun’im Idries, Sp.F/Pakar Forensik Terkemuka Indonesia)
3. Kata – Kata Mengubah Dunia Dari Plato Sampai Obama (Zulfa Simatur)
4. Illuminati Dunia Dalam Genggaman Perkumpulan Seta (Henry Makow Ph.D)
5. Republika.co.id
6. Pelbagai Sumber.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY