Kalangan Legislatif Tajam Pertanyakan Raperda RPIK Garut

Kalangan Legislatif Tajam Pertanyakan Raperda RPIK Garut

1130
0
SHARE
Rapat Paripurna DPRD Garut.

Fotografer : John Doddy Hidayat

Garut News ( Kamis, 09/02 – 2017 ).

Rapat Paripurna DPRD Garut.
Rapat Paripurna DPRD Garut.

Meski jawaban atas Revisi “Peraturan Daerah” (Perda) Kabupaten Garut Nomor 29/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten setempat 2011-2031 diajukan Pemkab hingga kini masih belum ada kepastian, Bupati Rudy Gunawan mengajukan ke DPRD agar diperdakannya Rencana Pembangunan Industri kabupaten mencakup hingga 2036.

Raperda “Rencana Pembangunan Industri Kabupaten” (RPIK) 2017-2036 tersebut diajukan Bupati bersama lima Raperda lainnya pada Rapat Paripurna DPRD belum lama ini.

Namun sejumlah fraksi DPRD pun mengingatkan sekaligus memertanyakannya. Tak hanya menyangkut hasil revisi RTRW belum jelas, melainkan juga lantaran belum adanya kejelasan “Rencana Detail Tata Ruang” (RDTR) kerap menjadi kendala bahkan menimbulkan polemik di masyarakat berkaitan pelaksanaan pembangunan.

Terlebih diproyeksikannya kawasan industri meliputi lima kecamatan di utara Garut, terdiri Kecamatan Leles, Balubur Limbangan, Selaawi, Malangbong, dan Cibatu. Serta dijadikannya tiga jenis industri unggulan meliputi industri kulit (penyamakan dan barang dari kulit), industri pangan (makanan ringan dan bahan penyegar), industri hulu agro oleokimia (minyak atsiri).

Sehingga Fraksi PKB meminta ada kejelasan mengenai pentingnya penyusunan RPIK itu, termasuk diproyeksikannya kawasan industri hanya pada lima kecamatan dari 42 kecamatan di Garut.

Apalagi “Rencana Pembangunan Industri Provinsi” (RPIP) Jawa Barat , Kabupaten Garut justru tak termasuk sebagai kawasan industri.

Fraksi Partai Hanura malahan meminta pula RPIK ini harus dikaji kembali untuk penentuan wilayahnya, sebelum turunnya revisi Perda tentang RTRW dari Provinsi maupun Pusat.

Ungkapan senada dikemukakan Fraksi PAN, menilai salah satu kendala pengembangan industri di Garut sangat lamban dan jauh tertinggal dibandingkan daerah lain belum ditetapkannya kawasan industri disebabkan belum memiliki Perda tentang RDTR menetapkan mana saja kawasan industri, hijau, perumahan, pertanian, dan hutan lindung. Dalam hal pemanfaatan ruang, hanya memiliki Perda Nomor 29/2011 tentang RTRW.

Fraksi PAN pun memertanyakan kriteria industri kulit, pangan, dan industri hulu agro oleokimia dijadikan industri unggulan. Padahal masih terdapat industri unggulan lain prospektif, semisal industri tenun kain garutan termasuk tenun kain sutera Garut, industri ternak domba garut, industri batu mulia, dan industri wisata.

Kemudian Fraksi PPP meminta Bupati menjelaskan langkah dilakukan mewujudkan tersedianya kawasan industri tertata sesuai RTRW yang ada.

Ungkapan serupa dikemukakan Fraksi Partai Golkar memertanyakan penyelesaian revisi Raperda tentang RTRW, dan Raperda RDTR pada lima kecamatan diproyeksikan sebagai kawasan industri.

Fraksi Partai tersebut mengingatkan Pemerintah Daerah bersama stakeholder harus melakukan kajian, dan analisis terkait permasalahan kondisi serta potensi Garut.

Khususnya industri kecil selama ini menjadi salah satu penggerak ekonomi masyarakat. Sehingga diharapkan bisa meningkatkan kompetensi inovasi pelaku industri, penguasaan teknologi, pengelolaan industri dari hulu sampai hilir berbasis potensi Garut disesuaikan RTRW.

“Juga masalah akan muncul sebagai dampak pembangunan industri, seperti pertumbuhan permukiman sekitar kawasan industri, kemacetan lalu lintas, rusaknya kawasan terbuka hijau, polusi udara dan lainnya,” tandas juru bicara Fraksi Partai Golkar Cucu Rodiah.

Sedangkan Fraksi Partai Gerindra menilai lebih maju dengan pembangunan kawasan industri dengan tak meninggalkan karifan lokal sebagai daerah agraris. Sehingga pembangunan industri harus dilakukan dengan bijak.

Pembangunan industri diharapkan tak mengurangi areal tanah pertanian, dan tak di atas tanah memunyai fungsi utama melindungi sumber daya alam, dan warisan budaya, imbuhnya.

*********

(NZ, Jdh).

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY