Jibril Mengabarkan Perempuan Ini Masuk Surga

Jibril Mengabarkan Perempuan Ini Masuk Surga

661
0
SHARE
Ikhwanul Kiram Mashuri. (Foto: Republika/Daan).

Senin 03 Jun 2019 05:00 WIB
Red: Elba Damhuri

Suasana di wilayah sebelah timur pintu keluar Masjidil Haram tak jauh dari Bukit Marwah, Ahad (2/9). Sebagian jamaah meyakini di lokasi itu dulu berdiri kediaman Siti Khadijah Radiallahuanha.

“Siapa perempuan yang Malaikat Jibril kabarkan masuk surga itu?

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ikhwanul Kiram Mashuri

Ia sangat mempercayai laki-laki itu ketika orang lain mendustakannya. Ia serahkan semua harta bendanya ketika sang lelaki tersebut sangat membutuhkannya.

Dari laki-laki agung, suaminya itu, ia melahirkan enam anak, dua laki-laki dan empat perempuan. Jibril pun mengabarkan perempuan ini dijamin masuk surga.

Dia adalah Khadijah, istri pertama Nabi Muhammad SAW (Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam). Kata Rasulullah tentang istrinya ini, ‘’Ketika semua orang mengusir dan menjauhiku, ia beriman kepadaku. Ketika semua orang mendustakan aku, ia meyakini kejujuranku. Sewaktu semua orang menyisihkanku, ia menyerahkan seluruh harta kekayaannya kepadaku.’’

Menurut Dr Hamzah al Nusyrati dalam bukunya Aal Bait al Naby, dia merupakan Umm al Mukminin, Khadijah binti Khuwailid bin Assad bin Abd al ‘Iza. Ibunya Fatimah binti Zaidah.

Di kalangan masyarakat Quraisy Mekah, Khadijah dikenal sebagai perempuan terhormat dan berwibawa. Ia sangat kaya. Ia mempekerjakan para profesional untuk menjalankan kafilah (misi) dagang antarkota dan antarnegara.

Di sisi lain, lanjut al Nusyrati, ada seorang pemuda bernama Muhammad — yang kelak menjadi nabi dan rasul — sudah menjalankan bisnis perdagangan dari sejak remaja. Pemuda itu di kalangan masyarakat Quraisy Mekah dikenal jujur dan amanah. Ia pun digelari al Amin, yang jujur.

Khadijah ternyata sudah mendengar nama pemuda itu. Ia pun ingin menjalin kerjasama dengan yang bersangkutan.

Untuk itu, dikirimlah orang kepercayaannya, Maisarah, untuk menawarkan kerjasama itu kepada Muhammad, dan yang terakhir ini pun menerimanya. Maka, Muhammad pun berangkat memimpin kafilah dagang menuju Syam (Suriah) didampingi Maisarah.

Ketika kafilah dagang Muhammad kembali ke Mekah, Khadijah pun sangat senang ketika mendengarkan laporan Maisarah. Perdagangan yang dijalankan Muhammad untung besar. Khadijah lalu melipatgandakan gaji pemuda bergelar al Amin itu.

Maisarah tak lupa pula melaporkan tentang akhlak Muhammad dan perilakunya yang terpuji, berpikirnya yang jernih, bersikap jujur, bisa dipercaya, dan sifat-sifat dan sikap mulia lainnya. Maisarah juga melihat perjalanan kafilah dagang Muhammad selalu diliputi perlindungan Allah SWT.

Pada waktu itu, banyak dari kalangan bangsawan, konglomerat, kepala suku, dan pembesar Quraisy yang menginginkan untuk memperistri Khadijah. Bagaimana tidak, ia merupakan perempuan terhormat dan dari keturunan yang juga terhormat, kaya, cantik, dan berperilaku terpuji. Namun, semua lamaran itu ia tolak. Khadijah sebelumnya pernah menikah, tapi suaminya meninggal dunia.

Ketika mengenal Muhammad, ia pun mulai tertarik kepada pemuda itu. Kepada sepupunya, Waraqah bin Naufel bin Assad, yang dikenal sebagai Ahlu al Kitab (Nasrani), ia menceritakan apa yang dialami Maisarah ketika menemani Muhammad dalam kafilah dagang. Lalu kepada teman akrabnya, Nafisah binti Muniyah, ia curhat tentang isi hatinya.

Waraqah menjelaskan bahwa Muhammad akan menjadi nabi dan rasul. Sedangkan Nafisah, setelah mendengarkan curhat Khadijah, bergegas mendatangi Muhammad dan menceritakan isi hati Khadijah yang ingin dijadikan istrinya. Ternyata keinginan Khadijah tidak bertepuk sebelah tangan.

Singkat kata, Muhammad lalu mendatangi paman-pamannya agar melamarkan Khadijah. Pernikahan pun kemudian digelar.

Hampir semua Bani Hasyim dan para pemuka Quraisy datang pada acara akad nikah. Peristiwa bahagia ini terjadi dua bulan setelah Muhammad memimpin kafilah dagang ke Syam.

Dalam buku Zaujatu al Anbiya, Sheikh Dr Mustafa Murad, guru besar Universitas Al Azhar, mengatakan, setelah menikah Muhammad lalu pindah ke rumah Khadijah. Mereka pun memulai lembaran baru kehidupan suami-istri.

Pada waktu itu Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun. Khadijah merupakan istri pertama Muhammad dan satu-satunya sampai ia (Khadijah) wafat.

Suami-istri ini dikaruniai enam anak. Dua anak laki-laki meninggal dunia waktu masih kecil. Sedangkan empat anak perempuan mereka adalah Zainab, Raqayah, Umm Katsum, dan Fatimah.

Sebagai istri, Khadijah selalu mendukung suaminya. Ia membiarkan Muhammad berlama-lama beribadah kepada Allah SWT. Ia juga mempersiapkan segala perbekalan manakala Muhammad akan pergi ke Gua Hira, untuk beribadah pada malam-malam yang panjang.

Setelah beberapa kali berkontemplasi dan beribadah di Hira, terjadilah peristiwa besar itu. Jibril datang ke Gua Hira dan mengatakan kepada Muhammad, ‘’Bacalah!’’. Muhammad menjawab, ‘’Saya tidak bisa baca!’’.

Jibril kembali mengulang, ‘’Bacalah!’’. Muhammad tetap menjawab, ‘’Saya tidak bisa baca!’’.

Lalu untuk ketiga kalinya, Jibril pun menuntun Muhammad, ‘’Bacalah, atas nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah…’’ (Al ‘Alaq:1-5).

Demi mengalami peristiwa itu, Muhammad pun berkeringat dingin. Ia lantas bergegas menemui istrinya Khadijah. ‘’Temani aku, temani aku,’’ kata Muhammad.

Khadijah pun menemaninya dan memeluknya dengan erat dan lembut. Kemudian ia mendengarkan apa yang dikatakan Muhammad. ‘’Sebarkanlah (kabar gembira ini) wahai sepupu, dan berketapan hatilah. Demi Allah yang jiwa Khadijah di tanganNya, saya berharap inilah nabi umat ini yang (selama ini) ditunggu-tunggu,’’ kata Khadijah menenangkannya. Sejak itu, suami-istri itu memulai babak baru perjuangan setelah Muhammad menerima risalah kerasulan dari Allah SWT yang disampaikan lewat Jibril.

Khadijah merupakan orang pertama yang percaya pada kerasulan Muhammad SAW. Ia terus mendukungnya. Semua yang ia miliki — pikiran, tenaga, hati, dan harta benda — dipersembahkan untuk perjuangan Nabi Muhammad. Bagi Rasulullah SAW, Khadijah adalah segalanya — tempat mengadu, teman berjuang, dan belajah jiwa dalam suka dan duka.

Khadijah adalah pendukung utama Rasulullah SAW selama tahun-tahun penderitaan ketika dimusuhi kaum Quraisy. Ia tinggalkan rumahnya yang luas untuk tinggal bersama suaminya di sudut kediaman pamannya, Abu Thalib.

Ia rela menderita pada waktu usianya semakin menua dan fisiknya semakin lemah. Apalagi setelah dua anak laki-lakinya yang diharapkan bisa menambah kebahagiaan suaminya meninggal dunia.

Dr Farouk Hamadah dalam bukunya Ayyam fi hayati al Rasul mengatakan, 25 tahun telah berlalu sejak Nabi Muhammad dan Khadijah menikah, 25 tahun penuh dengan kehangatan dan cinta. Hal ini mempunyai pengaruh besar pada kehibupan Nabi Muhammad. Apalagi Khadijah merupakan ibu dari anak-anak Muhammad. Allah SWT berfirman, ‘’Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.’’ (Adh Dhuha: 8).

Bagi Nabi Muhammad SAW, Khadijah bukan sekadar istri, tapi juga teman berjuang, ibu bagi mukminin dan mukminat, hingga Allah SWT ‘memanggilnya’. Khadijah wafat sebelum hijrah. Tahun kematiannya disebut sebagai tahun kesedihan, ‘aam al huzni. Melihat kesedihan Rasulullah SAW, Allah pun memerintahkan Jibril untuk menghibur beliau. ‘’Ya Muhammad, Allah telah memberi kabar gembira bahwa Khadijah akan mendiami rumah di surga…’’ ujar Jibril.

Khadijah wafat pada bulan Ramadhan tahun kesepuluh kenabian, pada usia 65 tahun. Nabi Muhammad pada waktu itu berumur 50 tahun. Kematiannya telah meninggalkan kesedian yang mendalam di hati Rasulullah, seorang istri yang 25 tahun telah menemaninya dalam suka dan duka.

Selamat menjalankan puasa Ramadhan. Lebaran sebentar lagi, mohon maaf lahir dan batin.

*******

Republika.co.id

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY