Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Senin, 20/03 – 2017 ).
Setelah kepolisian membongkar jaringan pedofilia internasional di media sosial, pemerintah dan masyarakat semestinya berfokus melindungi para korbannya. Sebab, kejahatan ini melibatkan anak-anak–baik sebagai korban maupun pelaku–dengan masa depan panjang.
Polisi menyebutkan, anggota grup pedofilia yang dinamai “Official Loli Candy’s Group” itu cukup besar, lebih dari 7.000 orang. Anggota grup diwajibkan mengunggah atau membagikan tautan foto dan video berkonten pornografi anak. Polisi menduga ribuan anak menjadi korban anggota grup dunia maya ini.
Orientasi seksual terhadap anak-anak memang masih menjadi perdebatan. Sebagian aktivis menganggapnya pilihan–seperti orientasi seksual terhadap sesama atau lawan jenis. Sebagian lain menilainya sebagai “kelainan”. Namun semua sepakat, orientasi seksual yang diwujudkan dengan pelanggaran hukum, termasuk pemaksaan, seperti dilakukan oleh anggota grup Official Loli Candy’s itu merupakan kejahatan.
Mereka yang terbukti mencabuli anak selayaknya dihukum berat. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak mengancam pelakunya dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar. Administrator grup media sosial itu pun bisa dikenai Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang. Apalagi bila mereka juga mendapat keuntungan ekonomi.
Kejahatan yang mereka lakukan berdampak panjang. Banyak korban harus bergulat dengan rasa trauma seumur hidup. Bahkan tak jarang korban berubah menjadi pelaku di kemudian hari. Karena itu, penting bagi pemerintah untuk berfokus pada perlindungan para korban.
Kejahatan pedofilia di Indonesia sudah pada tingkat sangat mengkhawatirkan. Tahun lalu, Kementerian Sosial mencatat Indonesia menduduki posisi nomor dua di dunia dalam hal pengunggahan pornografi di situs pedofilia.
Menurut ECPAT–organisasi yang bergerak melawan eksploitasi seksual komersial anak–pada September 2016-Februari 2017 terdapat enam kasus pornografi dengan jumlah korban 157 anak.
Anak yang menjadi korban semestinya ditangani dengan serius. Tak cukup hanya dengan program rehabilitasi Kementerian Sosial, perlindungan terhadap korban mesti melibatkan keluarga, lingkungan, juga sekolah. Hal ini bertujuan mencegah korban mendapat stigma buruk dalam jangka panjang.
Di sisi lain, pencegahan juga harus dilakukan. Masyarakat mesti lebih awas, dan segera bertindak bila melihat tanda kejahatan pedofilia. Tindakan proaktif yang dilakukan pelapor dalam kasus “Loli Candy’s Group” selayaknya dijadikan contoh baik.
Kebanyakan pelaku pedofilia merupakan orang yang dikenal atau bahkan dekat dengan korban. Keluarga, karena itu, menjadi faktor terpenting untuk melindungi anak-anak. Pendidikan seks sejak dini perlu diberikan.
Juga pelajaran perlindungan diri menghadapi ancaman kejahatan ini. Keluarga pula yang berperan mengawasi anak-anak dalam menggunakan Internet, yang menjadi basis operasi kejahatan seksual pedofilia.
*********
Tempo.co