Jangan Berputus Asa

Jangan Berputus Asa

867
0
SHARE
Ilustrasi. (Foto : John Doddy Hidayat).

Senin 03 September 2018 01:29 WIB
Rep: Fuji E Permana/ Red: Agung Sasongko

“Dewasa ini sering ditemukan manusia-manusia yang mengeluh merasa kesusahan”

Ilustrasi. (Foto : John Doddy Hidayat).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Dewasa ini sering ditemukan manusia-manusia yang mengeluh merasa kesusahan karena musibah atau ujian yang diterima. Keluhan ini banyak beredar di media sosial dimana setiap orang bisa mengakses.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Al Washliyah Dai Nasional Kiai Haji Masyhuril Khamis menyebut keluhan ini muncul karena banyak faktor, yang ujungnya membuat manusia merasa berputus asa. Ia pun ingin mengingatkan kepada umat Muslim agar tidak putus asa dalam menghadapi cobaan Allah.

“Ujian dan musibah ini sering kita temui di kehidupan kita sehari-hari. Ada musibah yang menimbulkan kesakitan dan musibah yang menimbulkan kebahagiaan. Manusia rentan lupa kepada Allah ketika diberi musibah yang membahagiakan,” ujarnya di Masjid Jami’ An-Nur, Jalan Percetakan VII, Jakarta Pusat, Sabtu (1/9).

Ilustrasi. (Foto : John Doddy Hidayat).

Ia pun menuturkan, semua catatan pengalamannya sejak awal melakukan tausiyah mengenai masalah manusia sudah ia bukukan. Buku yang diterbitkan awal 2011 dan mengalami revisi ini berjudul “Jangan Berputus Asa dari Rahmat Allah”.

Dalam buku ini ditulis orang kerap berputus asa karena ia tidak bisa mengatur musibahnya. Rasa putus asa, merasa diri lemah dan tidak berdaya muncul karena manusia ini tidak mampu menghadapi cobaan yang datang kepadanya.

“Orang itu cenderung tidak siap menerima musibah. Padahal kalau mau naik tingkat derajatnya di mata Allah atau kalau imannya benar-benar bagus, harus siap menerima musibah,” lanjutnya.

Kiai Khamis menekankan bahwa setiap orang yang beriman pasti diuji. Karena itu hendaklah manusia khususnya umat Muslim yang sedang diuji merasa senang, sebab artinya Allah sayang pada dia.

Kedua, orang yang sedang mengalami musibah kedepannya akan terlihat perbedaan Iffa atau harga diri tiap manusia. Ketika diberi musibah dan mampu mengelolanya, maka ia tidak akan terjerembab pada kemalangan atau keputusasaan dan menyebabkan harga diri orang ini semakin tinggi.

“Yang gampang berputus asa, secara kejiwaan bisa dinilai mereka ini lemah. Tapi kalau ia bisa bangkit dari masalahnya maka harga dirinya bisa lebih tinggi. Seperti bola basket yang meski dipantulkan ke bawah, loncatannya semakin tinggi,” ucap pria kelahiran Sumatera ini.

Dalam kegiatan bedah buku karangannya ini, sang Kiai pun menyatakan agar umat Muslim menjadi orang yang kuat. Alasan ketiga ini adalah salah satu cara untuk menghindarkan diri dari keputusasaan yang sering dihadapi manusia.

Orang yang bisa menjaga nafsu dan emosinya berarti orang yang kuat dan imannya teruji. Banyak orang penting atau pejabat yang tidak mampu menjaga dirinya, menghadapi cobaan kenikmatan, sehingga mengambil yang bukan hak dan miliknya.

Terakhir, ia meminta majelis yang hadir di Masjid Jami’ An-Nur untuk selalu bercermin pada alam. Jangan pernah selalu melihat hasil tanpa mau melihat dan merasakan prosesnya.

“Orang banyak yang ingin hasil jadinya saja, nggak peduli pada prosesnya. Sementara proses ini yang menuntun kita agar menjadi sesuatu yang lebih baik,” ucap Sekjen Al-Washliyah Dai Nasional.

********

Republika.co.id

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY