Red: Agung Sasongko
Oleh: Zulkifli Fajri Ramadan
Garut News ( Sabtu, 29/04 – 2017 ).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA.
— Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali manusia diliputi rasa iri saat melihat kekayaan yang dimiliki orang lain. Padahal, Allah SWT dalam surah an-Nisa [4]: 32 secara tegas telah melarang hambanya untuk iri hati. “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagiaan kamu lebih banyak dari sebahagiaan lain. (Karena) bagi orang laki-laki, ada bahagiaan dari apa yang mereka usahakan.…”
Namun, bagaimana jika seorang Muslim merasa iri kepada saudaranya yang memiliki ilmu dan pengetahuan yang luas? Terkait ini, ada sebuah hadis dari Abdullah Ibn Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhuu, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak boleh iri hati kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu, ia menunaikan dan mengajarkannya.” (HR Bukhari).
Poin kedua dari hadis tersebut ternyata membolehkan seorang Muslim untuk merasa iri ketika melihat orang lain yang memiliki kemampuan atau wawasan keilmuannya yang sangat mumpuni dan mengamalkannya, baik dalam perkara agama atau yang lainnya. Rasa iri ini bisa melecut semangat atau spirit seorang Muslim untuk mencari ilmu dengan parameter wawasan keilmuan orang tersebut.
Iri hati terhadap orang yang berilmu dan mengamalkannya ternyata dianjurkan. Mencari ilmu bak mencari oase di gurun pasir. Jika ilmu tak kunjung dikejar, kekeringan dan kehausan pun akan melanda. Kekeringan dan kehausan di sini dimaknai dalam konteks wawasan keilmuan, yaitu kebodohan.
Sayangnya, dalam hal membaca—mencari ilmu—kita masih jauh tertinggal dibandingkan bangsa lain. Berdasarkan laporan Most Littered Nation in the World yang dilakukan Central Connecticut State University, pada Maret 2016 lalu Indonesia hanya menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara dalam hal minat membaca.
Karenanya, mari kita menggubah iri hati negatif dengan rasa iri terhadap orang-orang yang senantiasa mengamalkan ilmunya demi kesejahteraan umat. Kita dapat menemukan mereka di berbagai tempat, seperti di majelis ilmu, ruang-ruang diskusi formal dan nonformal, atau bahkan di sekitar rumah kita. Iri hati terhadap orang yang senantiasa menuntut dan mengamalkan ilmunya itu bisa mencerdaskan serta memajukan umat Islam.
Dengan berlomba-lomba menuntut ilmu, pengetahuan, dan teknologi, maka peradaban umat Islam akan kembali bangkit. Saling berkompetisi dalam menuntut ilmu dan mengamalkannya akan mampu melenyapkan kebodohan dan memunculkan kesejahteraan.
Sejatinya, agama Islam diturunkan ke muka bumi ini untuk mengeluarkan umat manusia dari kegelapan, kebodohan, dan kemiskinan menuju peradaban yang terang benderang, dan penuh kesejahteraan. Wallahu a’lam bish-shawab.
*********
Republika.co.id