RABU, 09 AGUSTUS 2017 | 01:01 WIB
Sundar Pichai
CEO Google
Fotografer : John Doddy Hidayat
Seorang penulis dan pengusaha Nigeria, Okechukwu Ofili, sudah bertahun-tahun merasa frustrasi karena lamanya waktu yang dibutuhkan industri penerbitan konvensional untuk menerbitkan buku karya penulis lokal. Ini menimbulkan semacam kemacetan bagi para penulis dalam proses penerbitan karya mereka. Maka Ofili mengambil inspirasi dari Okada, jasa transportasi ojek di Nigeria yang dapat menembus kemacetan lalu lintas.
Dia pun merancang aplikasi seluler Okadabooks, yang memungkinkan siapa saja dengan cepat dan mudah menerbitkan buku elektronik untuk dibaca di ponsel pintar. Kini, warga Nigeria bisa memilih di antara 10 ribu judul buku yang tersedia dalam aplikasi tersebut dan banyak di antaranya bahkan harganya lebih murah dari tarif Okada.
Seperti banyak pendiri perusahaan, Ofili menemukan solusi baru untuk masalah lama dengan memanfaatkan revolusi ponsel pintar yang tengah mengubah dunia. Dia juga mewakili sesuatu yang baru, yaitu semangat global inovasi teknologi ketika pengusaha lokal mengatasi masalah lokal tanpa menunggu teknologi dari negara lain untuk sampai pada mereka. Ofili-bersama banyak orang di Nigeria, Brasil, Indonesia, dan India-menjadi bagian dari tren yang akan menafsirkan ulang Internet, yaitu membangun untuk miliaran orang.
Membangun untuk miliaran orang berarti merancang teknologi baru bagi semua orang sejak awal desain. Orang-orang yang terhubung secara online melalui ponsel pintar menggunakan Internet dengan berbagai cara yang sama sekali baru dan ada banyak sekali potensi untuk mendukung kreativitas serta inovasi mereka. Masa depan Internet akan berada di tangan orang-orang seperti Ofili.
Saya tahu betul bagaimana teknologi dapat mengubah kehidupan. Ketika tumbuh besar di India, saya ingat hari saat kami pertama kali memasang telepon rumah pada 1980-an. Telepon itu membuka dunia baru.
Sejak itu, saat-saat saya memperoleh teknologi baru menjadi penanda tahap-tahap dalam hidup saya: komputer pertama yang saya gunakan waktu kuliah, telepon seluler pertama, lalu ponsel pintar pertama. Saya selalu terkesan dengan cara kerja teknologi dan seluk-beluk mekanisnya, tapi yang tak kalah menarik adalah bagaimana satu teknologi saja dapat mengubah kehidupan.
Ini membuat saya sangat tertarik pada program Satu Laptop untuk Satu Anak yang diluncurkan dekade lalu untuk membuat satu laptop seharga US$ 100 atau sekitar Rp 900 ribu untuk setiap anak di dunia. Dalam beberapa tahun belakangan ini, ponsel pintar tampaknya bisa ikut membantu membuat teknologi lebih mudah diakses.
Sistem operasi seluler Android buatan Google kini dipakai di dalam dua miliar perangkat di dunia. Ponsel pintar, yang harganya sekarang sudah lebih rendah dari US$ 100, mampu melakukan lebih banyak hal daripada laptop murah 10 tahun lalu.
Namun penyebaran ponsel pintar belum sepenuhnya memutus kesenjangan digital. Kebutuhan untuk ponsel pintar yang lebih terjangkau masih belum terpenuhi. Masih banyak potensi untuk menciptakan telepon seluler yang lebih murah tanpa mengorbankan kualitas.
Namun, saat berpikir tentang membangun untuk miliaran orang yang akan menggunakan telepon seluler semacam ini, kita butuh revolusi kedua untuk memecahkan tiga masalah besar, yakni keandalan koneksi, biaya akses data, dan konten yang relevan.
Misalkan, dua pertiga pengguna seluler di Nigeria memakai koneksi 2G sehingga sulit membuka situs web, apalagi menonton video. Di Afrika, dibutuhkan biaya data hingga Rp 26 ribu hanya untuk mengunduh aplikasi gratis sebesar 40 MB. Bahkan, dengan koneksi yang lebih baik sekalipun, informasi online yang dicari mungkin tidak ada.
Maka, ada tiga hal utama yang harus diperhatikan oleh para pengembang aplikasi. Pertama, kurangi data untuk penggunaan aplikasi. Sepertiga ponsel pintar di dunia memiliki penyimpanan data kurang dari 1 GB, maka aplikasi sebaiknya berukuran kecil.
Aplikasi Ola Cabs, jasa transportasi berbasis Internet dari India, mengatasi masalah ini dengan membuat Progressive Web App (PWA), yakni situs web seluler yang ringan dan terasa seperti aplikasi. PWA hanya berukuran 0,5 MB dan memakan data sebesar 50 KB saja ketika pertama dimuat dan 10 KB pada pemuatan berikutnya.
Kedua, optimalkan kecepatan. Untuk pengguna koneksi 2G, misalnya, diperlukan hingga 25 detik dan 1 MB data untuk membuka sebuah laman web. Ketiga, gunakan banyak bahasa.
Saat ini terdapat 2,8 miliar pengguna ponsel pintar di dunia dan akan ada ratusan juta lagi pengguna baru pada akhir tahun ini. Internet benar-benar menjadi global dan ini akan memberikan kesempatan baru bagi pengembang dari Afrika, Amerika Latin, dan Asia Tenggara.
Berkarya dengan keterbatasan seperti yang dihadapi Ofili akan menempatkan pengembang di posisi terdepan dalam tren baru, yaitu membangun untuk miliaran orang.
Untuk mencapai satu miliar lagi pengguna Internet, kita tidak hanya perlu menyebarkan teknologi yang sudah ada ke tempat baru, tapi juga mengembangkan hal-hal baru untuk masa depan.
*********
Kolom Tempo.co