Esay/Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Selasa, 20/06 – 2017 ).
Penyelenggaraan imunisasi pada anak balita, dan dewasa termasuk pada ibu hamil. Bermanfaat meningkatkan kualitas daya tahan tubuh sebagai upaya pencegahan terhadap serangan penyakit.
Sehingga terwujudnya kesehatan masyarakat tersebut, dipastikan bisa mengurangi biaya pengobatan setiap induvidu, sekaligus berdampak positip berkurangnya alokasi anggaran pengobatan yang dikeluarkan pemerintah.
Berkurangnya biaya pengobatan itu, menjadikan masyarakat juga pemerintah dapat lebih banyak memanfaatkan pendanaannya bagi pemenuhan kebutuhan penting lainnya, termasuk bisa maksimal terpenuhinya penganggaran prioritas pembangunan yang mendesak bisa segera direalisasikan.
Demikian intisari pemaparan nara sumber dari Dirjen Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat pada Kemenkes RI, serta presentasi Kepala Bidang Pengendalian Penyakit pada Dinkes Kabupaten Garut, dr Janna Markus Y, yang detail mengemukakan Situasi Kegiatan Program Imunisasi di kabupaten setempat untuk Garut yang lebih sehat.
Pada rangkaian helatan sehari “Orientasi Strategi Komunikasi Imunisasi” yang dibuka Kepala Dinkes dr H. Tenni Sewara Rifai, M. Kes di Cipanas Garut ini, menamnpilkan pula nara sumber Ketua MUI kabupaten K.H Sirojul Munir dengan 25 peserta dari SKPD terkait, Ormas, Organisasi Profesi, serta perwakilan Media Massa, Selasa (20/06-2017), antara lain dihadiri jajaran Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.
Sedangkan komitmen yang berhasil diwujudkan, di antaranya berupa adanya Fatwa MUI yang mewajibkan imunisasi bisa dilaksanakan, Imunisasi gratis diselenggarakan di Posyandu, serta pada fasilitas kesehatan lainnya milik pemerintah, Dengan dukungan dan peran serta semua pihak.
Ketua Penyelenggara, juga Kepala Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Eulis Dahniar, SKM katakan wujud komitmen pemerintah menyediakan vaksin yang melindungi anak, berlangsung sejak dicanangkannya program nasional perluasan cakupan imunisasi tahun 1977, beragam upaya dilakukan, agar Indonesia menjadi negara bebas polio pada 2006.
Kemudian pada 2012, komitmen tersebut ditujukan dengan adanya dukungan pemerintah pada tahun intensifikasi imunisasi rutin, bersama dengan anggota WHO lainnya di Asia Tenggara.
Negara pun membawa banyak kemajuan meningkatkan kualitas hidup anak-anak Indonesia melalui imunisasi, namun jutaan anak masih menerima imunisasi sebagian, hal ini membawa mereka dan siapa pun di sekitarnya berisiko terinfeksi penyakit yang mengancam jiwa, meski sebenarnya bisa dicegah.
Dikemukakan Eulis Dahniar, kesenjangan yang tinggi dalam cakupan imunisasi di Indonesia, secara geografis dan ekonomis menimbulkan pertanyaan mengenai pemberian layanan kesehatan yang merata. Ada tantangan dalam layanan imunisasi seperti akses terhadap vaksin, dan pengelolaan aspek teknis program imunisasi.
Misalnya antara lain, ketersediaan vaksin, pemberian layanan, dan kesenjangan upaya komunikasi berkualitas menjadi tantangan besar dalam mencapai tujuan program imunisasi.
“Tantangan Komunikasi”
Penelitian terakhir dilakukan di beberapa daerah memerlihatkan terdapatnya tantangan komunikasi dalam pemberian layanan imunisasi. Berdasar survei “droup out” di Daerah Jawa tahun 2011 – 2012 dilakukan UNiCEF Indonesia, melihat mengenai pengetahuan, perilaku, dan praktek komunikasi dalam layanan imunisasi.
Beberapa temuan dalam penelitian ini, di antaranya kurangnya pengetahuan orangtua tentang imunisasi, kurangnya kesadaran dan kepercayaan terhadap layanan lantaran banyaknya informasi salah, kepercayaan tradisional, petugas kesehatan kurang mengomunikasikan informasi imunisasi dengan sebaik mungkin.
Serta penggunaan pesan yang tak efektif, dan tak menjawab kebutuhanh informasi daerah, serta kurangnya dukungan pemuka agama, dan tokoh masyarakat.
Karena itu, sesuai arahan Kemenkes RI, dan Dinkes Provinsi Jabar, maka Dinkes Garut menyelenggarakan kegiatan orientasi tersebut, bertujuan mendapatkan dukungan lintas sektor dan lintas program di kabupaten setempat, juga meningkatkan kemampuan serta keterampilan petugas Puskesmas dalam berklomunikasi inter personal, dan penggunaan media komunikasi secara tepat.
Pada kegiatan sesi kedua helatan orientasi ini pun, diikuti para peserta dari perwakilan Puskesmas se kabupaten masing-masing menyertakan tiga peserta, terdiri satu petugas Promkes, petugas imunisasi, juga ada pemuka agama, dan tokoh masyarakat pada wilayah Puskesmas mereka masing-masing, beber Eulis Dahniar.
*********