“Mengendalikan Harga Cabai pun, Pemerintah Tak Becus”
Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Senin, 13/02 – 2017 ).
Harga kebutuhan kaum ibu berupa mata dagangan cabai di Kabupaten Garut masih tetap melambung. Terutama cabai rawit harganya pada sejumlah pasar tradisional berkisar Rp120.000-Rp150.000 per kilogram. Atawa melebihi harga daging ayam maupun daging sapi.
Malahan sejumlah kios, para pedagang menyediakan cabai berkondisi disortir dan dibungkus per ons. Mereka langka menyediakan berjumlah kiloan. Sedangkan di warung eceran, pedagang menjual cabai rawit per buah. Satu buah cabai rawit cukup besar dijual seharga Rp500 hingga Rp1.000.
“Kemarin, saya beli cabai rawit di pasar memang dipisah-pisah per ons ukurannya lumayan besar-besar, dan bagus. Satu ons-nya dihargai Rp15.000. Kalau cabai merah besar sekitar Rp8.500 seperempat kilogram,” ungkap Ny Enden Adah Penduduk Limbangan Timur Balubur Limbangan, Senin (13/02-2017).
Mahalnya harga cabai, kian menjadikan masyarakat khususnya kaum ibu dan pengusaha kecil terpaksa dengan beragam cara menyiasatinya. Seperti dilakukan Nurtanti (36) warga Tarogong Kidul sehari-harinya berjualan mie bakso, dan panganan lain juga menggunakan bahan cabai.
“Sejak harga cabai melejit, saya tak lagi beli cabai segar untuk sambal mie bakso. Saya beli cabai kering saja harganya lebih murah. Jika jajan mie bakso tak dilengkapi sambal, kan, enggak mantap,” katanya, Senin .
Justru lucunya, kata Nurtanti, meski dirinya tetap menyediakan sambal mie bakso agar para pelanggan tak kecewa, ada saja pelanggan seakan ragu menghabiskan banyak sambal sebab tahu harga cabai sekarang sangat mahal.
“Mungkin lantaran mereka juga merasakan kondisi ekonomi sekarang. Beberapa pembeli sampai nanya dulu, boleh tidaknya pakai sambal banyak. He he,” ungkap ibu empat anak itu tersenyum.
Tingginya harga cabai rawit melebihi harga daging ayam maupun daging sapi itu juga menjadi bahan olok-olok kaum ibu rumah tangga.
“Apabila dulu, kita ingin beli lotek pakai cabai. Itu biasa. Namun sekarang, kalau mau lotek itu, kita beli cabai pakai lotek. Bukan lotek dicengekan, tapi cengek dilotekan. He he he. Enggak tahu tuh, penjual jual tahu sumedang. Apa yang belinya, masih diberi cabai rawit, atau tidak ?” seloroh Ny. Edy di Pataruman.
*********
(NZ, Jdh).