Hak Pejalan Kaki Terabaikan Tak Kunjung Tuntasnya Penataan Kota

Hak Pejalan Kaki Terabaikan Tak Kunjung Tuntasnya Penataan Kota

853
0
SHARE
Dimanakah Hak Para Pejalan Kaki Bisa Nikmati Trotoar?

“Kini Kalangan Eksekutif dan Legislatif Terindikasi Kuat Hanya Sibuk Dengan Pencitraan”

Fotografer : John Doddy Hidayat

Garut News ( Selasa, 05/09 – 2017 ).

Dimanakah Hak Para Pejalan Kaki Bisa Nikmati Trotoar?

Tak kunjung tuntasnya penataan kawasan perkotaan khususnya pengembalian fungsi trotoar di Kabupaten Garut selama ini, menjadikan hak para pejalan kaki kian terpinggirkan, terabaikan, bahkan dibiarkan terlantar. Padahal keberadaan trotoar semestinya diperuntukkan bagi keleluasaan, kenyamanan, dan keamanan pejalan kaki dari gangguan berseliwerannya ragam jenis kendaraan.

Namun kenyataannya malahan terkesan seakan disediakan sebagai fasilitas bagi pihak lain untuk kepentingan aktivitasnya. Umumnya didominasi mereka yang berjualan. Baik usaha jasa termasuk parkir kendaraan menunggu calon penumpang, bengkel maupun usaha non jasa, atau “pedagang kaki lima” (PKL).

Kantor Bupati Garut Dikepung Para Pedagang.

Ironisnya pula, tak hanya itu. Shelter dibangun pada sejumlah titik lokasi yang semestinya diperuntukkan bagi para calon penumpang angkutan umum, kenyataannya kini menjadi tempat mangkal pedagang.

Sedangkan fungsi utama trotoar tersebut cukup jelas, sebagai sarana pejalan kaki agar terjamin keselamatan, keamanan, dan kenyamanan mereka. Sesuai UU LLAJ pasal 25 ayat (1), dan pasal 45 ayat (1), pasal 93 ayat (2), dan pasal 106 ayat 2; dan “Peraturan Pemerintah” (PP) Nomor 34/2006 tentang Jalan (pasal 34 ayat (4).

Kemudian Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3/PRT/M/2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, dan Permen PU Nomor 20/2010 tentang Pedoman Pemanfaatan dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan.

“Fungsi trotoar tak boleh diselewengkan dengan cara apapun. Baik untuk berjualan, lalu lalang kendaraan, maupun parkir kendaran. Bahkan menyimpan barang yang dapat mengganggu pejalan kaki. Sanksi bagi pelanggarnya cukup jelas. Seperti diatur UU LLAJ pasal 274 ayat (2), dan pasal 275 ayat (1),” tegas Ketua DPD Laskar Indonesia kabupaten setempat Dudi Supriyadi, Selasa.

Tak Memberikan Kenyamanan Bagi Para Pejalan Kaki.

Kondisi selama ini pula, para pejalan kaki kerap terpaksa berjalan pada badan jalan di tengah kekhawatiran terserempet ragam jenis kendaraan berlalu lalang.

Demikian pula para pengendara melintas pun harus ekstra berhati-hati melajukan kendaraannya. Sebab sewaktu-waktu, pejalan kaki bisa mendadak-sontak turun berjalan di badan jalan menghindari trotoar dipenuhi lapak pedagang berikut aktivitas transaksi pedagang dengan konsumennya. Diperparah bahu jalan sarat disesaki barisan kendaraan terparkir.

Kondisi sangat memprihatinkan ini, terutama terdapat pada nyaris setiap ruas jalan di pusat kota Garut, atau Pengkolan, dan sekitarnya. Bahkan di ruas jalan seputar lingkungan perkantoran Pemkab, termasuk kantor Bupati Garut, dan Kantor Satuan Polisi Pamong Praja setempat. Seperti di ruas Jalan Pahlawan Kecamatan Tarogong Kidul.

Mulai perempatan Jalan Pahlawan-Jalan Pembangunan ke arah lingkungan kampus STKIP Garut, warga yang melintas tak bisa menapaki trotoar lantaran dipenuhi lapak pedagang.

Sehingga keleluasaan, kenyamanan, dan keamanan mereka kian terganggu sebab terdapat sejumlah angkutan delman terparkir mengetem menunggu muatan, dan sejumlah kendaraan silih berganti terparkir di sepanjang ruas jalan itu.

“Harus bagaimana lagi ? Trotoarnya kan penuh dengan pedagang,” kata Salma (18) pejalan kaki asal Ciwalen Garut Kota.

Selain banyaknya trotoar dikangkangi pihak lain non pejalan kaki, keadaan fisik bangunan trotoar di Garut juga tidak atau kurang mengakomodir kebutuhan masyarakat pejalan kaki dari kalangan difabel, termasuk lanjut usia, dan ibu-ibu hamil.

Pada titik lokasi tertentu bangunan trotoar terpotong ruas jalan atau jalur masuk bangunan rumah, kantor maupun pertokoan, ketinggiannya dibiarkan curam. Sehingga sangat mengganggu pejalan kaki, bahkan berpotensi menimbulkan kecelakaan.

“Kaki saya sempat sakit cukup lama karena tergelincir waktu turun dari trotoar mau menyeberang jalan. Trotoarnya terlalu tinggi, dan tak ada undakan khusus. Berjalan-jalan di trotoar di Pengkolan (pusat kota Garut) saja capek sekali, karena harus turun naik,” kata Sa’adah (70) penduduk Pataruman Tarogong Kidul.

Dia berharap Pemkab bisa memerhatikan kesulitan dialami warga pejalan kaki terkait kondisi trotoar banyak beralih fungsi itu. Sehingga dirinya maupun warga lain juga berhak mendapatkan pelayanan fasilitas berjalan kaki tak menjadi kelompok terpinggirkan atas nama pembangunan.

“Sedangkan Kini Kalangan Eksekutif dan Legislatif Terindikasi Kuat Hanya Sibuk Dengan Pencitraan,” ungkap banyak kalangan pula.

**********

(NZ).

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY