Kamis , 25 May 2017, 16:00 WIB
Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ilham
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Salah satu hadis yang perlu ditinjau kembali keshahihannya adalah hadis yang menjelaskan tiap-tiap bagian Ramadhan memiliki ‘nilai’nya sendiri-sendiri, “Permulaan bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya maghfirah, dan penghujungnya merupakan pembebasan dari neraka.”
Tak jarang kita mendengar hadis ini menjelang bulan Ramadhan. Bahkan hadis ini termasuk yang sangat populer. Namun para ulama menilai hadis itu perlu ditinjau kembali keshahihannya.
Mantan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta yang juga pakar hadis, KH Ali Mustafa Yaqub, dalam bukunya berjudul Hadis-hadis Bermasalah menjelaskan, hadis tersebut diriwayatkan beberapa orang. Di antaranya oleh Al-Uqaili dalam kitab Al-Dhuafa dan Ibn Ady Al-Khatib Al Baghdadi dalam Tarikh Baghdad.
Ali Yaqub menjelaskan, menurut Imam al-Suyuti, hadis ini nilainya dha’if (lemah), dan menurut ahli hadis masa kini, Syeikh Muhammad Nashir Al-Din Al-Albani hadis ini adalah munkar.
Pernyataan Al-Albani ini tidak berlawanan dengan pernyataan Al-Suyuti, karena hadis munkar adalah bagian dari hadis dhaif. Hadis tersebut dianggap lemah karena adanya dua periwayat hadis atau rawi yang diketahui meriwayatkan hadis munkar dan palsu.
Mereka adalah Sallam bin Sawwar, yang dikenal hadis-hadis riwayatnya adalah munkar atau tidak sesuai dengan apa yang pernah disebutkan Rasulullah. Kemudian, rawi lainnya yang meriwayatkan hadis tersebut adalah Maslamah bin Al-Shalt.
Al-Shalt dikenal sebagai periwayat hadis semi palsu, atau matruk. Adanya kedua nama rawi tersebut sebagai periwayat hadis ini mengisyaratkan kelemahan shahihnya hadis yang membagi Ramahdan menjadi tiga bagian tersebut. Karena ada Sawwar dan Al-Shalt, bisa dikategorikan hadis itu munkar atau palsu.
*********
Republika.co.id