Selasa , 20 June 2017, 01:00 WIB
Red: Agus Yulianto
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr Misbah Fikrianto MM MSi *)
Bulan Ramadhan kita jadikan sebagai wahana untuk terus memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas. Tak terasa sudah memasuki 10 malam terakhir, dimana kita harus mengejar dan berburu dengan waktu ibadah kita. Waktu ini akan menjadikan cermin untuk generasi islam dalam beribadah, pembentukan karakter, dan mangatasi ancaman global.
Belakangan ini, media sosial dan televisi dihebohkan oleh beberapa isu penting yang menjadi trending topic, salah satunya yaitu tentang membludaknya tenaga kerja asing asal Cina yang membuat semua lapisan masyarakat bereaksi. Masyarakat menilai bahwa jumlah tenaga kerja asingdi Indonesia sudah melebihi batas kewajaran, terutama yang berasal dari Cina. Presiden Joko Widodo pun kemudian angkat bicara dan memberikan klarifikasi bahwa jumlah tenaga kerja asing di Indonesia tidak lebih dari 20 ribu jiwa. Itu kondisinya masih dalam taraf aman.
Tidak bisa disangkal bahwa isu membludaknya tenaga kerja asal Cina ini menguap karena kekhawatiran masyarakat Indonesia terhadap banyak hal, mulai dari isu kebangkitan komunis, pencaplokan wilayah tertentu, diskriminasi, hingga persoalan ketidaksiapan masyarakat Indonesia terhadap persaingan sumberdaya manusia secara global. Bayangkan saja, tenaga kasar dari Cina datang ke Indonesia digaji puluhan juta rupiah, sementara tenaga kasar orang Indonesia cuma dibayar tidak lebih dari Rp 3 juta saja, begitu kira-kira obrolan panas yang menjadi viral di media sosial belakangan ini.
Apabila kita merunut perjanjian Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada 2015 lalu dan perjanjian Pasar Global antara Cina dan Indonesia, maka tuntutan kita tentu tidak berdasar, karena ini sudah menjadi semacam persaingan resmi di tengah pasar dimana kedua belah pihak sudah membuat kesepakatan. Presiden dan pemangku kebijakan tentu sudah memberikan garis batasan, aturan-aturan dan hal-hal lainnya sebagai bentuk proteksi. Namun, yang menjadi pertanyaan apakah proteksi itu mampu berjalan dengan baik dan menguntungkan masyarakat Indonesia atau sebaliknya?
Sementara keran-keran investasi luar negeri terus dibuka lebar-lebar terutama dalam proyek infrastruktur dan pertambangan yang semuanya mensyaratkan harus mendatangkan tenaga kerja dari negara asal mereka. Sementara di sisi lain masyarakat Indonesia membutuhkan banyak sekali lapangan pekerjaan dari segala lini sebab membludaknya PHK beberapa tahun terakhir sebagai sinyal bahwa ekonomi Indonesia dalam keadaan tidak baik atau cukup melemah.
Kalau sudah seperti ini tidak ada cara lain untuk kita lakukan sebagai masyarakat kecuali mulai membangun pribadi yang berkarakter, unggul dan berdaya saing. Terutama untuk kita para generasi millenials Muslim. Apabila kita membiarkan budaya tidak memiliki karakter, keunggulan dan tidak berdaya saing secara terus menerus, maka kita akan menjadi terasing di negeri sendiri seperti yang dialami oleh banyak kota di Asia Tenggara. Lihatlah penduduk asli negeri tersebut sekarang sudah tersingkir dan menjadi orang pinggiran diganti oleh pendatang yang menguasai setengah dari seluruh aset dan ekonomi kotanya.
Menjadi pribadi berkarakter
Jauh-jauh hari 14 abad silam Rasulullah SAW sudah memberikan contoh nyata kepada kita bagaimana menjadi pribadi yang berkarakter. Namun sayang sekali sebagian besar generasi saat ini sepertinya enggan dan malas kembali membuka kitab-kitab sejarah Rasul. Sia-sia tiap kali maulidan, tapi teladannya tidak digunakan. Padahal di dalamnya berisi penjelasan-penjelasan yang lengkap bagaimana menjadi pribadi yang berkarakter. Apabila kita sudah menjalankan semua yang sudah beliau contohkan dalam dimensi kehidupan kita, insya Allah kita akan selamat dari ancaman global sebesar apapun bentuknya.
Ada empat hal yang diajarkan Rasulullah untuk membentuk karakter pribadi yang unggul yaitu pertama siddiq, artinya benar. Rasulullah sudah menjadi pedagang pada masa kecilnya dan kemudian menjadi saudagar ketika usia26 tahun, hingga ia menjadi nabi pada usia 40 tahun. Konsistensinya yang begitu lama dalam dunia perdagangan ini disebabkan karena diakui kebenaran perkataan dan perbuatannya.
Apabila menjual sesuatu beliau tidak melebih-lebihkan harganya, tidak mengambil keuntungan terlalu besar, tidak mengambil keuntungan di bawah tangan. Apabila barang dagangannya rusak beliau menjelaskan secara terang-terangan kepada pembeli dan rela mengurangi harganya. Begitulah kejujuran Rasulullah yang kemudian dikenal seantero kota Mekah sebagai orang yang paling benar.
Kalau ingin melihat contoh yang lebih dekat, lihatlah sosok pekerja yang jujur di antara karyawan di tengah kantor kita. Lihatlah kehidupannya begitu tenang, ibadahnya khusuk, keluarga bahagia dan ia dipastikan cepat naik pangkat dan langgeng dengan posisinya tersebut. Orang jujur akan mudah di terima di kalangan manapun dan kehidupannya tidak akan dipenuhi rasa takut dan was-was karena tidak ada yang ditutup-tutupi, dan tidak ada yang disembunyikan.
Kedua, Amanah artinya dipercayai. Betapa Rasulullah dalam menjalankan bisnis dagang bersama Pamannya Abu Thalib tidak pernah sedikit pun ia menipu atau mengerjakan sesuatu yang tidak tuntas. Terkait soal uang ada berapa yang beliau dapatkan pada hari ini, maka sebanyak itu pula yang ia berikan kepada Pamannya. Begitu pula ketika ia berdagang milik Khadijah, tidak pernah sekalipun ada barang yang hilang dimakan sendiri oleh Rasulullah, semua dikembalikan sesuai dengan kondisinya.
Kita juga bisa melihat karakter seperti ini di kantor kita, betapa orang yang amanah dititipkan suatu pekerjaan dan pekerjaan itu diselesaikan dengan baik, maka orang tersebut dipastikan akan selalu dipakai oleh pimpinannya. Sebaliknya yang suka tidak amanah akan cepat keluar dari kantor tersebut. Orang yang amanah dibutuhkan oleh semua orang, karena orang tidak amanah kedoknya akan terbuka begitu cepat.
Ketiga, tabligh artinya menyampaikan. Tabligh bukan berarti menyampaikan ceramah saja, tapi tabligh juga punya pengertian public speaking. Rasulullah adalah seorang figur public speaker yang unggul pada zamannya, wejangan-wejangannya menyentuh hati dan membuat bulu kuduk bergidik. Lihat saja kenapa Umar Sang Singa Padang Pasir bisa sampai memeluk Islam dan mencintai Rasulullah? Itu sebab cara bicara Rasul yang sangat baik.
Kita bisa melihat di sekiling kita bahwa orang yang pandai dalam berbicara cenderung lebih maju dan lebih dilirik oleh atasannya. Kariernya cepat melejit walaupun baru beberapa bulan ia masuk kantor.
Keempat, fathanah artinya cerdas. Nabi adalah orang-orang pilihan yang dipilih oleh Allah sebagai pemimpin kaumnya. Bayangkan beliau mampu menghafal dan menelaah 6.236 ayat Alquran dan kemudian menjelaskannya dalam puluhan ribu hadits, itu tentu membutuhkan kecerdasan yang luar biasa. Kecerdasan Rasul sudah dibuktikan ia mampu memimpin Mekah dan Madinah, memimpin perang, membangun ekonomi dan membangun sosial kemasyarakatan yang madani.
Kalau kita sudah menanamkan keempat sifat ini ke dalam diri kita, maka dapat diyakini kita akan menjadi pribadi yang berkarakter unggul dan akan menjadi leader di tengah masyarakat majemuk.
*) Wakil Direktur Politeknik Media (Polimedia)
********
Republika.co.id