Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Selasa, 15/08 – 2017 ).
Ternyata hingga kini Kabupaten Garut masih mengalami kesulitan mengatasi tingginya angka kematian ibu melahirkan, juga bayi baru lahir.
Menyusul sejak Januari hingga Juli 2017, terjadi kematian ibu melahirkan tersebut mencapai 26 kasus, dan kematian bayi baru lahir mencapai 155 kasus.
“Memang masih di bawah rata-rata kasus pada 2016. Mudah-mudahan saja tak bertambah. Ini mesti menjadi perhatian semua pihak,” imbuh Kepala Bidang Kesehatan Lingkungan Eman Suherman pada Pertemuan Penguatan Forum Masyarakat Madani KAMI SIAGA dalam Gerakan Penyelamatan Ibu dan Bayi Baru Lahir di kabupaten setempat, Selasa (15/08-2017).
Selama 2016, ungkapnya, di Garut terjadi 74 kasus kematian ibu melahirkan, dan 333 kasus kematian bayi baru lahir. Sehingga menempatkan kabupaten ini sebagai kabupaten tertinggi angka kematian ibu melahirkan dan bayi baru lahirnya dibandingkan kabupaten/kota lain di Jawa Barat.
Dikemukakan, penyebabnya bukan semata-mata faktor kesehatan melainkan lebih karena gaya hidup masyarakatnya belum mengikuti standar “perilaku hidup bersih dan sehat” (PHBS).
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Garut menilai tingginya angka kematian ibu melahirkan, dan anak atau bayi baru lahir di wilayahnya selama ini terjadi bukan semata karena penyakit atau faktor kesehatan melainkan bisa jadi lebih dipengaruhi faktor pola dan gaya hidup masyarakat sendiri khususnya kalangan ibu hamil.
Sebanyak 60,8% kasus kematian ibu melahirkan di antaranya disebabkan karena eklamsi atau hipertensi pada kehamilan, dan karena perdarahan. Bisa juga karena ibu hamil terlambat dibawa ke fasilitas kesehatan ketika terjadi perdarahan.
Sedangkan kematian bayi baru lahir, sebanyak 72,03% di antaranya disebabkan berat badan lahir bayi rendah, dan asfiksia atau sesak.
“Berat badan bayi baru lahir itu rendah karena ibu hamil kurang asupan gizinya. Masalahnya, bisa saja asupan gizinya itu kurang karena daya beli kurang, atau ada penyebab lain,” ungkap Eman pula.
********
(NZ).