Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Selasa, 06/06 – 2017 ).
Beragam kalangan berpendapat, banjir melanda sejumlah titik lokasi di wilayah Kecamatan Tarogong Kaler, dan Tarogong Kidul, Senin (05/06-2017) malam, tak hanya semata-mata lantaran tingginya intensitas curah hujan. melainkan lebih dikarenakan kian parahnya kerusakan kondisi lingkungan.
Kerusakan lingkungan tersebut,terutama akibat tak terkendalinya alih fungsi lahan, sejak daerah tangkapan air seperti di kawasan kaki Gunungapi Guntur hingga kawasan di bawahnya, dari semula areal pertanian ke non pertanian. Banyaknya alih fungsi lahan menjadi permukiman, atau perumahan.
Kondisi tersebut, juga diperparah banyaknya aktivitas pembangunan tak menghiraukan tata bamgunan seharusnya, atau berbasiskan kebutuhan lingkungan yang ada. Sehingga kemampuan menampung debit air sangtat berkurang sebab banyak jaringan aliran sungai maupun saluran pembuangan air di arah hilir mengalami penyempitan bahkan pendangkalan parah.
“Lihat saja. Di daerah atas, alih fungsi lahannya semakin tak terkendali. Daerah serapan air berkurang drastis. Sungai maupun selokan pembuangan air pun banyak menyempit karena terdesak bangunan-bangunan. Benteng-benteng permukiman dibangun persis di tepi sungai/selokan. Tak ada bantaran sungai tersisa. Jadi, jangan salahkan air kalau mengamuk jadi banjir !” tandas Ketua DPD Laskar Indonesia Kabupaten setempat Dudi Supriadi, Selasa (06/06-2017).
Dikemukakan, semasa dirinya duduk di bangku SD, sejumlah aliran sungai dituding membawa banjir kiriman kemarin itu, semula berukuran lebar berkedalaman hampur hingga kepala, dan kondisi airnya relatif jernih.
Sehingga dirinya biasa berenang di sana. Namun kini, kondisinya menjadi sempit, berair kotor, dan ketinggian airnya hanya sebatas mata kaki.
Ungkapan senada dikemukakan pula Ketua LSM BUMI Aris Faisal. Menurutnya, banjir terjadi akibat kurangnya lahan hijau atau lahan resapan air di wilayah hulu sungai. Banyak pegunungan dan bukit bukit berubah fungsi. Mulai pertanian, tempat wisata, perusahaan perusahaan, galian C, dan maraknya perumahan.
Sedangkan pihak pemerintah belum sepenuhnya konsentrasi ke arah perbaikan. Termasuk menyangkut KLHS, RDTR, dan RTBL untuk wilayah Tarogong Kiidul Tarogong Kaler, Bayongbong, Samarang, Pasirwangi, dan Cikajang.
“Kejadian banjir khususnya di daerah Rancabango, Cipanas, Gordah itu bukan sekali dua kali. Tetapi sering ketika curah hujan tinggi lebih dari satu jam. Situasi seperti ini justru kenapa lamban dilakukan pembenahan sistem dreinase nya yang bisa mengalirkan aliran air sangat besar dari hulu sampai masuk ke sungai besar (cimanuk) ?” imbuhnya.
Dikatakan, jika permasalahan lingkungan tersebut tak ada perhatian dari pemerintah maupun masyarakat sendiri, maka dipastikan bencana serupa terus terjadi di waktu berikutnya, tegasnya.
*********
(NZ, Jdh).