Fitrah itu Indah

Fitrah itu Indah

850
0
SHARE
Harri Ash Shiddiqie. (dok.Istimewa Harri Ash Shiddiqie).

Ahad , 25 June 2017, 02:00 WIB

Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Harri Ash Shiddiqie*)

Harri Ash Shiddiqie. (dok.Istimewa Harri Ash Shiddiqie).
Harri Ash Shiddiqie. (dok.Istimewa Harri Ash Shiddiqie).

Masa paling indah adalah masa kanak-kanak. Lebaran paling mengesankan adalah lebaran waktu kecil. Bukan hanya baju baru dan makanan enak, tapi berkuasa : Pegang dompet sendiri, uang pemberian nenek dan tetangga bila kita mencium tangannya. Berbondong-bondong pergi ke jalan besar, jalan utama desa karena di sana penjual telah berjajar: es puter, balon, manisan, tahu kupat, bakso.

Jiwa terbang melayang di awan, merasa kaya dan bebas membeli apa saja. Tak ada kontrol dari ayah ibu dan kakak cerewet. Seporsi bakso dan es buah, nanti sebungkus mi agak pedas yang diremas, kriuk-kriuk di mulut. Lezat!

***

Berfantasi kaya, bebas menikmati apa saja, bukan hanya fantasi anak-anak. Istilah “raja sehari” adalah fantasi setiap orang untuk berkuasa sepenuhnya. Tidak aneh bila banyak orang menggelar acara besar. Bila umur tujuh belas telah lewat, masih ada pernikahan. Acara dibuat mewah, fantastis, karena anak dan orang tua mengharap pujian bahwa segalanya istimewa, hebat.

Hebat, adalah muara fantasi. Hebat dengan kemampuan, kekayaan, kekuatan, kecantikan, popularitas maupun kekuasaan. Agar hebat dengan kekayaan, tak jarang mengambil jalan pintas, merampok. Bila pakai celurit hasilnya hanya cukup membeli kacang goreng. Merampok uang rakyat, hasilnya bisa membeli pabrik kacang.

Agar hebat dengan kekuasaan, selain foto dan tanda gambar partai yang dipajang besar saat kampanye, diperlukan siasat penghamburan : Pembodohan dan pembohongan.

Cukup? Belum.

Ketika hebat itu sudah didapatkan, satu lagi yang perlu ditancapkan : Keabadian. Agar kekuasaan kekal, perlu dibentuk generasi yang tunduk. Popularitas dan kecantikan bisa abadi bila dioles ramuan, kalau perlu pakai jampi-jampi .

Generasi yang tunduk? Berarti pemimpin perlu karisma, hanya orang tertentu yang mendapatkannya. Tapi bukankah ada jalan pintas? Bila kekuasaan di peroleh lewat pembohongan, bukankah jalan pintas karisma juga tersedia di perdukunan? Jimat tertentu, mantra yang tertentu pula, semacam sihir massal membuat pengikut tak berani menantang mata, patuh, taat.

Tidak cukup dengan kekuasaan hebat dan abadi, diminta juga kekuatan tubuh yang prima. Itu menuntun keinginan awet muda, tidak ada cacat goresan atau luka, tidak terkapar karena dipukul, tidak goyah karena proses hukum. Andaikan ada hukum menyentuhnya, mantra berupa segepok uang dilayangkan, beres. Multi sakti, atau sakti terpadu?

***

Orang sakti tidak pernah bingung berpikir anak atau cucunya berkaitan sekolah dan masa depan, para penjilat membereskannya. Tidak pernah sedih, karena tidak pernah gagal. Tidak pernah kalah, petugas dan bawahannya melaksanakan dengan licik dan keras, apalagi seluruh koran, TV, dia memilikinya. Orang sakti juga tidak pernah minta maaf, mulutnya adalah hukum, tidak pernah salah, orang lain yang salah.

Semua pengikutnya merealisasikan keinginannya, maka orang sakti tidak pernah berharap, semuanya terkabul. Dia bukan robot, bukan mesin. Dia bergerak, hidup, tapi terbiasa tak punya harapan, akhirnya tak berperasaan, hatinya tawar, nol, Zombi. Tak pernah berharap, maka ia tak pernah gembira, karena tak pernah merasa berhasil, semuanya serba tersedia. Kalau pun tertawa, itu bukan gembira, tapi karena sesuatu yang dianggapnya lucu, menyenangkan.

***

Ada yang mendebat, bohong bila orang sakti tidak punya perasaan. Saat meresmikan jembatan besar, ia datang bersama istrinya, lalu berlibur ke pantai bersama anak-anaknya, bukankah itu keluarga harmonis?

Kalaupun kemana-mana bersama anak-istri, itu bukan tanda cinta, tapi sekedar jaim (jaga imej), semacam selebriti agar terkesan ideal. Padahal ketika di rumah, ucapannya dilecehkan, anak-anaknya hanya butuh fasilitas tanpa menaruh hormat, mereka tahu bahwa nasihat seorang ayah yang pembohong adalah pembual besar.

Bahkan di depan istri, kata-kata Zombi tidak berharga, sampah. Isterinya sadar, hidup serumah dengan penganiaya yang culas, tidak mungkin berhias saling percaya, saling bergantung seiring kasih sayang. Hubungannya sekedar fungsional. Seperti baut dengan mur.

***

Di sepanjang Ramadhan lalu Syawal seorang muslim intensif mengingat Rasulullah, beliau tidak pernah mengharap umatnya sakti, yang tidak mempan pedang atau peluru, apalagi mencari jalan pintas agar kaya dan berkuasa.

Rasulullah mengharap umatnya selalu berkehidupan wajar, menjadi manusia biasa, manusia apa adanya. Lapar ketika berpuasa, berjuang sekuat tenaga meraih kemuliaan dengan payah atau luka-luka. Menikmati gembira dan bahagia, tapi juga bersedia menjalani sulit dan pahit sebagai bagian dari kehidupan.

Fitrah itu indah.

Punya rasa takut setelah bermaksiat, menyungkurkan diri minta ampun karena sadar berdosa. Punya resah dan bingung berkaitan dengan rezeki dan masa depan, lalu memohon dimudahkannya segala urusan. Setiap saat merasa lemah tak berdaya, doa-doa lalu di getarkan agar selalu diberi pertolongan, agar jalan lurus ditunjukkan, dihamparkan untuk manusia biasa, yang tak punya apa-apa, tak bisa apa-apa dan bukan apa-apa.

Di sepanjang itu semua, selalu bersyukur karena Allah selalu memberi yang terbaik dan terindah berupa nikmat yang tak terhitung, tak terkira. Dan…. Semoga, manusia fitrah itu : Kita. Amin.

*) Penyuka sastra dan teknologi, di Jember.

********

Republika.co.id

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY