Di Manakah Pertolongan Allah?

Di Manakah Pertolongan Allah?

742
0
SHARE
Allah/Ilustrasi.

Red: Agung Sasongko

Oleh: Muhammad Kosim

Allah/Ilustrasi.
Allah/Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tak jarang pertanyaan itu muncul di benak umat tatkala beragam musibah menghampiri. Sebut saja kesulitan hidup akibat impitan ekonomi, penindasan, peperangan yang memakan korban hingga hilangnya rasa keadilan.

Musibah berupa kekalahan dalam perang juga pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW. Itulah Perang Uhud.

Allah SWT berfirman, “Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Dari mana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.” Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu (QS Ali Imran [3]: 165).

Ayat di atas tegas dan lugas menyebut kekalahan itu disebabkan kesalahan umat Islam sendiri. Dalam menafsirkan ayat ini, Sayyid Thanthawi, seperti dikutip Hasan el-Qudsy (2011) menyebut sebab kesalahan umat Islam ketika itu.

Pertama, mengusulkan perang di luar Kota Madinah, padahal Rasulullah mengisyaratkan tetap di Madinah. Kedua, para pemanah yang meninggalkan pos pertahanan mereka. Ketiga nafsu untuk mendapatkan rampasan perang sehingga lupa nasihat Rasulullah.

Sedangkan sebab keempat, tidak peduli dengan panggilan Rasulullah untuk kembali mempertahankan barisan perang. Karena itu, tatkala pertolongan Allah sangat diharapkan, bukan berarti Dia abai terhadap nasib hamba-Nya.

Namun, hamba itu sendirilah yang jauh, bahkan lupa dari-Nya. Allah tidak pernah menzalimi hamba-Nya. Sebaliknya, hamba itulah yang kerap menzalimi dirinya sendiri (QS Yunus [10]: 44).

Al-Hakim al-Tirmidzi dalam kitab Adab al-Nafs menyebut, “Kalau engkau tak berjuang, pertolongan takkan datang. Engkau akan kalah dan tertawan syahwat dan hawa nafsu. Hati yang tertawan tak ubahnya seperti raja yang tertawan oleh musuh. Malah, mereka semua terkepung dan mudah ditaklukkan oleh maksiat dan kebatilan.”

Untuk itu, berjuanglah meraih pertolongan Allah. Banyak hal yang bisa dilakukan. Di antaranya, memperbanyak istighfar. Mohon ampun kepada Allah setulus hati bisa mengundang rahmat dan pertolongan-Nya.

Kedua, shalat dan sabar. Allah menjadikan shalat dan sabar sebagai penolong bagi umat. Apalagi jika shalat yang dilakukan berkualitas, pada sepertiga akhir malam dan kaum lelaki mendirikan shalat fardhu di masjid.

Begitu pula sabar, bukan berarti menyerah. Sabar diperlukan untuk menyikapi berbagai serangan, kebencian, dan permusuhan dari kelompok lain. Jangan membalas kezaliman dengan kezaliman pula.

Langkah selanjutnya, menolong agama Allah. Allah tidak butuh pertolongan manusia, tetapi menolong agama-Nya berarti menampilkan diri sebagai umat Islam sesuai ajaran agama-Nya.

Peduli dan menolong sesama. Sabdanya: Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya.” (HR Muslim dan at-Turmudzi). Jika ingin meraih pertolongan Allah, maka gemarlah memberi pertolongan kepada sesama.

Menolong sesama bisa dengan tenaga, materi, atau pemikiran. Ketika kita menolong seseorang, maka Allah akan memberikan pertolongan di mana pertolongan itu bisa jadi datang dari orang yang pernah ditolong, bahkan datang dari orang yang tidak dikenal.

Kemudian, memelihara takwa. Orang bertakwa akan memperoleh pertolongan Allah dengan cara yang terduga (QS at-Thalaq [65]: 2-3). Hakikat takwa adalah kemampuan mengendalikan diri didasari oleh rasa takut akan pengawasan Allah SWT.

Ia senantiasa khawatir terjerumus dalam dosa atau ibadahnya bercampur unsur riya sehingga tertolak. Karena itu, mereka yang bertakwa senantiasa berupaya mengamalkan perintah Allah, baik yang fardhu maupun sunah, dan meninggalkan larangan-Nya baik haram maupun makruh.

Selain memiliki keimanan yang kuat, ibadah yang taat, kemampuan mengelola emosi dan mental, juga memiliki kepedulian yang tinggi pada sesama (QS al-Baqarah [2]: 177).

Terakhir, pertolongan Allah dapat diperoleh dengan doa setiap doa akan dikabulkan, selagi hamba itu menjawab setiap seruan atau perintah-Nya dan beriman kepada-Nya (QS al-Baqarah [2]:186). Jika perintah-Nya diabaikan, layakkah kita memohon pada-Nya? Semoga kita mampu mengundang pertolongan-Nya. Amin.

**********

Republika.co.id

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY