Bunda selalu putri.
Tidak ada bunda yang lelaki.
Kata ini umumnya pengganti panggilan ibu atau mama.
Bagaimana dengan Bunda Putri, nama yang paling heboh saat ini?
Nama ini pun terbatas sebagai julukan, bukan nama sebenarnya.
Versi majalah Tempo, Bunda Putri adalah nama lain dari Non Saputri–entah siapa pula nama lengkapnya.
Sang Bunda dikenal oleh Luthfi Hasan Ishaaq, mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera.
Bunda Putri ini disebut Luthfi sangat dekat dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, bahkan bisa mempengaruhi kebijakan SBY dalam reshuffle kabinet.
Bagaimana ihwalnya seorang istri–bahkan istri kesekian–dari seorang pejabat di Kementerian Pertanian begitu dekat dengan SBY, masih teka-teki.
Tapi ada versi lain, meski hanya “cuap-cuap” di media sosial.
Bunda Putri bukan “yang itu”, melainkan istri seorang staf Istana yang memang sehari-hari ada di Puri Cikeas.
Persamaannya, Si Bunda ini tetap punya pengaruh besar pada SBY, termasuk dalam hal “memasukkan uang ke Cikeas”.
Astaga, Bunda Putri pun ada silumannya.
Tapi, apa pun, SBY sangat berang mendengar itu.
Turun dari pesawat yang membawanya dari Brunei, SBY langsung menggelar jumpa pers di Halim Perdanakusuma.
“Seribu persen Luthfi bohong. Saya tidak tahu, saya tidak kenal, dan tidak ada kaitan dengan saya,” kata Yudhoyono. Presiden marah, bahkan sangat marah.
Jika di negeri ini seorang presiden sampai marah, apakah para pembantu presiden, para staf, bahkan seluruh rakyat Indonesia, tak bisa berbuat apa-apa untuk meredam kemarahan presidennya?
Presiden itu manusia biasa–ah ini istilah klise–yang suatu saat bisa marah dan suatu saat bisa riang sambil bernyanyi-ria.
Apa sulitnya polisi melacak Bunda Putri lalu memeriksanya.
Atau, Bunda Putri dipanggil jaksa untuk tampil di pengadilan sebagai saksi, agar kasusnya jelas.
Apakah Luthfi yang berbohong 1.000 atau 2.000 persen, atau Bunda Putri yang mengaku-aku kenal sama SBY di depan Luthfi.
Bisa terjadi begini: Bunda Putri memang kenal baik dengan SBY, tapi SBY tak kenal Bunda Putri.
Itu soal biasa.
Tapi bagaimana bisa saling mempengaruhi kalau tidak kenal-mengenal di antara kedua selebritas itu, Bunda dan SBY.
Kita suka menggantung masalah.
Yang kecil dibesar-besarkan, setelah besar meledak sulit dipadamkan.
Ini memunculkan berbagai tuduhan tak sedap, dari tuduhan yang keras tapi sopan sampai tudingan enteng tapi misuh-misuh.
Apalagi kasusnya langsung menyodok kepala negara yang begitu sibuk mengurusi negeri ini, sampai jarang ada di Ibu Kota.
Ricuh Bunda Putri ini mestinya cepat selesai, baik secara hukum maupun secara politik.
Masyarakat berhak tahu siapa sejatinya Bunda Putri dan apa perannya.
Jangan-jangan dia mengaku kenal baik dengan SBY hanya untuk membohongi Luthfi dan Menteri Pertanian–sebagai korbannya.
Atau, memang ada korban di tempat lain yang ditutup-tutupi.
Mengurusi satu bunda saja repot, padahal banyak bunda bermasalah. Misalnya Bunda Ratu Atut, yang kebetulan menjabat Gubernur Banten.
Sang Ratu kebetulan punya adik yang sudah ditahan KPK.
Ratu pun kebetulan pula telanjur mendirikan dinasti di Banten. Urusan ini pasti lebih rumit ketimbang Bunda Putri, karena kebetulan rakyat Banten pun jauh dari sejahtera.
Kebetulan-kebetulan ini mengagetkan orang.
(La, kok baru sekarang kaget?)
Akankah kita tak bisa menyelesaikan kasus-kasus yang dilakukan para bunda ini dengan cepat?
Kalau kita kalah dengan bunda-bunda itu, Ibu Pertiwi (ini bukan nama orang) bisa berduka.
Dan cucu kita akan mencemooh: kalian lelaki, lelaki itu pemberani.
**** Tempo.co