Garut News ( Rabu, 09/04 – 2014 ).
Sejak menjelang pemungutan suara Pileg 2014, sejumlah ketua dan anggota “Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara” (KPPS) pada beberapa lokasi di Kabupaten Garut, Jawa Barat, “diindikasikan kuat” menjadi bidikan caleg atawa tim suksesnya.
Mereka umumnya, meminta bantuan menggiring pemilih pada TPS setempat agar memilih caleg bersangkutan.
Mereka bersedia memenuhi permintaan, dipastikan dijanjikan imbalan uang.
Fenomena menyedihkan ini, diakui anggota KPPS di Desa Situjaya Karangpawitan, TB Yusuf Farhan Maulana, Selasa (08/04-2014).
“Memang beberapa hari terakhi, banyak caleg menghubungi saya, dan minta suaranya ‘diamankan’. Tak harus jadi terbanyak, cukup beberapa puluh per-TPS. Tentu saja ada iming-iming imbalan. Tapi saya enggak mau,” katanya.
Dikemukakan, Ketua KPPS 32 lingkungan Perum Bumi Cempaka Indah, Dindin Herdiana, pernah caleg DPRD Garut dari Dapil 1 memintanya mengamankan 10 suara pada setiap TPS.
Sedangkan imbalannya, dijanjikan insentif uang sebesar Rp250 ribu per-TPS.
Bahkan bkan hanya itu, lanjut Dindin, dirinya pernah didatangi caleg DPRD Jawa Barat menawarkan sumbangan sebesar Rp5 juta melanjutkan proyek pembangunan masjid, dan madrasah di daerahnya.
Namun di balik tawarannya itu, caleg tersebut meminta agar setengah hak suara dari 372 hak pilih di RW 16 memilihnya.
“Tetapi saya langsung menolaknya. Enggak mau melakukan itu. Kalaupun mau menyumbang, ya menyumbang saja tanpa dibebani seperti itu,” kata Dindin.
Ketua KPU Garut, Ade Sudrajat mengingatkan agar para petugas penyelenggara pemilu tak terjebak politik uang.
Ade pun menyatakan siap menindak penyelenggara pileg terbukti melakukan pelanggaran, katanya.
“Kami menindak, kalau menemukan bukti-bukti sesuai ketentuan hukum berlaku. Siapa melakukan hal tersebut, saya memidanakannya,” tandasnya.
Ungkapan senada dikemukakan Ketua Panwaslu Garut, Asep Nurjaman.
Ditegaskan, jika terdapat caleg atawa tim sukses mencoba meminta penyelenggara pemilu agar mengondisikan suara pemilih dengan imbalan tertentu, caleg tersebut kudu dilaporkan.
Lantaran praktik semacam itu, pelanggaran pidana pemilu, dan tergolong politik uang.
“Saya kira ini termasuk pelanggaran pidana pemilu. Tetapi pelanggaran atawa pemberian uang itu benar-benar terjadi, ada buktinya dan tentunya kudu ada saksi,” jelasnya.
Karena itu, kata dia, pihaknya mengimbau semua pihak melakukan pengawasan partisipatif, dan melaporkan setiap kejadian pelanggara pemilu pada Panwaslu, sesuai tingkatannya.
Termasuk kudu diawasi, praktik politik uang berbentuk prabayar maupun pascabayar kini menjadi perbincangan hangat.
*****
Noel, JDH.