Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Selasa, 11/04 – 2017 ).
Presiden Joko Widodo harus segera membenahi karut-marut program percepatan megaproyek pembangunan pembangkit listrik 10 ribu megawatt. Bukan hanya karena ada beberapa proyek yang mangkrak, melainkan juga karena sejak awal tata kelolanya bermasalah. Proyek ini sarat penyimpangan sehingga berpotensi merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Awal Mei 2015, Jokowi menargetkan proyek yang sudah bergulir sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2006 ini selesai dalam lima tahun. Tujuan proyek ini adalah menambah pembangkit listrik yang ketika itu kapasitasnya hanya 50 ribu megawatt. Dengan tambahan kebutuhan listrik 7.000 megawatt setiap tahun, tanpa pembangkit baru, listrik Indonesia akan terus byar-pet.
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Semester II 2016 menunjukkan betapa bermasalahnya proyek ambisius dengan nilai investasi Rp 1.100 triliun ini. Laporan ini diserahkan BPK ke DPR pada awal April lalu. Menurut laporan itu, ada 65 masalah dalam megaproyek 10 ribu megawatt 2006-2015 yang berpotensi merugikan negara Rp 5,65 triliun.
Sebagian besar masalah timbul karena salah perencanaan. Sejumlah masalah itu, antara lain, molornya pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di beberapa wilayah dan gagalnya penyelesaian konstruksi 13 PLTU. Ada juga soal ketidakcermatan badan usaha milik negara itu dalam menghitung harga perkiraan sendiri.
Atas temuan BPK, Jokowi seharusnya menindak tegas petinggi PT Perusahaan Listrik Negara yang terbukti berkontribusi kepada persoalan ini. Mereka, antara lain, menurut BPK, jelas-jelas belum memungut uang dari denda 12 proyek PLTU yang terlambat senilai Rp 704 miliar dan US$ 102,26 juta.
Kebijakan Direktur Utama PLN Sofyan Basir dalam pemilihan kontraktor proyek sempat memantik kecurigaan. Ia disebut mengistimewakan kontraktor Cina dalam sejumlah tender. Selain waktu pelaksanaannya singkat, pemenang disyaratkan menyerahkan garansi (performance bond) sebesar 10 persen dari nilai total proyek dalam waktu sebulan. Syarat mencekik ini ditengarai dibuat karena PLN mengetahui perusahaan Cina tak kesulitan memenuhinya. Belakangan, sebagian proyek mereka bermasalah.
Untuk kontraktor bermasalah, tak boleh ada kompromi. Jika terbukti wanprestasi, kontrak mereka harus diputus. Sedangkan untuk kontraktor yang tidak mengerjakan kewajiban karena terbentur masalah keuangan, sanksinya harus sesuai dengan Peraturan Menteri Energi Nomor 10 Tahun 2017 yang mengatur penalti yang harus dibayar.
Temuan BPK ini juga harus menjadi momentum bagi Jokowi untuk membuktikan ancamannya. Akhir tahun lalu, Jokowi mengancam akan melaporkan proyek listrik mangkrak ke Komisi Pemberantasan Korupsi setelah ada audit lembaga yang berwenang.
Laporan ke penegak hukum juga bisa langsung disampaikan BPK. Menurut Undang-Undang BPK, lembaga ini bisa melapor ke penegak hukum jika menemukan indikasi kerugian negara. Dengan melibatkan penegak hukum, terutama KPK, pihak yang terlibat bisa dijerat.
*********
Tempo.co