Garut News, ( Ahad, 10/11 ).
Sesaat usai pesawat B-26 ditembak jatuh, ada dua parasut mengembang keluar dari pesawat itu.
Parasut itu tersangkut di pohon kelapa, dan pasukan TNI membekuk dua orang.
Yang satu namanya Harry Rantung anggota Permesta, dan satunya lagi seorang bule Amerika.
Itulah si pilot Allen Lawrence Pope.
Dari dokumen-dokumen disita, terkuak Allen Pope terkait operasi CIA.
Yaitu menyusup di gerakan pemberontakan di Indonesia untuk menggulingkan Soekarno.
Tak pelak, tuduhan Amerika dengan CIA dalang pemberontakan separatis, bukan isapan jempol!
Peristiwa tertangkapnya Allen Pope, tamparan bagi Amerika.
Itu mungkin terwakili dalam kalimat Allan Pope ketika tertangkap.
“Biasanya negara saya menang, tapi kali ini kalian menang”.
Tetapi sebetulnya lebih bikin malu Amerika bukan soal kalah dikatakan Pope tadi.
Namun tertangkapnya Allan Pope mengungkap permainan kotor AS untuk menggulingkan Soekarno.
Seperti biasa, Amerika menyangkalnya.
Tetapi bukti-bukti yang ada membungkam penyangkalan Washington.
Taktik kotor itu jadi isu internasional.
Tanpa ampun, kedok operasi CIA dibuka Bung Karno lengkap dengan bukti-buktinya.
Amerika terpaksa berubah 180 derajat menjadi baik pada Soekarno.
Semua operasi CIA untuk melengserkan Soekarno langsung dihentikan.
Amerika berusaha mati-matian minta pilotnya dibebaskan.
Segala cara pun mulai dilakukan mengambil hati Bung Karno.
Presiden AS Dwight Eisenhower mengundang Soekarno ke AS bulan Juni 1960.
Kemudian Soekarno juga diundang Presiden John F Kennedy, April 1961.
Di balik segala alasan diplomatik tentang kunjungan itu, tak bisa disangkal itu lantaran kelihaian Bung Karno memainkan isu Allen Pope.
Bung Karno main tarik ulur untuk membebaskan Pope.
Tarik ulur berjalan alot.
Sebab Bung Karno tak mau melepaskan Pope dengan gratis, dan sengaja berlama-lama sebelum Amerika menyanggupi permintaan Indonesia.
Hanya untuk membebaskan seorang Pope, Gedung Putih butuh waktu empat tahun, sebuah proses negosiasi diplomatik menyita waktu dan tenaga.
Namun itulah diinginkan Bung Karno, sekaligus memberi pelajaran pada penguasa Negeri Paman Sam.
Dimulai dengan rayuan Presiden Dwight Eisenhower mengundang Bung Karno ke Amerika.
Namun sesudahnya Bung Karno tetap tak mau tunduk, dan proses negosiasi gagal total.
Eisenhower marah dan jengkel, tetapi Bung Karno tetap dengan pendiriannya.
Sikap Gedung Putih mulai melunak usai jabatan presiden beralih ke John F Kennedy.
Mantan senator Partai Demokrat itu, tahu Soekarno sangat kuat dan benci jika ditekan.
Di era Kennedy, proses negosiasi menemui titik terang lagi, saat John F Kennedy mengirim adik kandungnya Jaksa Agung Robert Kennedy, menemui Bung Karno di Jakarta.
Misinya jelas, Mr President, bebaskan Pope!
Tetapi Bung Karno tetaplah Bung Karno.
Membebaskan Pope atawa tidak hasilnya sama saja, tak akan membuat warga di Ambon tewas bisa hidup lagi.
Saat itu Indonesia sedang butuh peralatan perang melawan Belanda di Irian Barat, tetapi Jakarta tak punya cukup dana.
Tetapi Bung Karno gengsi apabila meminta pada Washington, ia cukup memberikan isyarat agar bisa dibaca penguasa Gedung Putih.
Dan John Kennedy peka membaca isyarat itu.
Bung Karno pernah berkata “Presiden John F Kennedy sangat mengerti akan diriku”.
Kennedy paham Indonesia peralatan perang untuk merebut Irian Barat.
Karena itu, John F Kennedy mengundang Bung Karno ke AS, dan diajaknya melihat pabrik pesawat Lockheed di Burbank, California.
Di sana Bung Karno diberi kemudahan oleh Kennedy mendapatkan sepuluh pesawat Hercules tipe B, terdiri dari delapan kargo, dan dua tanker.
Meski dikenal sebagai orang berwatak keras, Bung Karno sosok tahu balas budi.
Rasa pengertian dari Presiden Kennedy langsung dibalas Bung Karno, dengan membebaskan Allen Pope, dan dipulangkan ke AS.
Ini diinginkan Bung Karno dari Amerika, membebaskan Pope tak gratis.
Bantuan AS bukan untuk pribadi Bung Karno, tteapi kepentingan negara merebut Irian Barat dari cengkeraman Belanda.
Tak hanya itu, Bung Karno juga bisa membuat Kennedy menyudahi embargo ekonomi, dan menyuntik dana ke Indonesia, termasuk gelontoran beras 37 ribu ton, dan ratusan persenjataan, memang dibutuhkan Indonesia saat itu.
Dan Bung Karno berhasil memertontonkan sebuah diplomasi, dan negosiasi tingkat tinggi sehingga Indonesia dihargai di mata Amerika Serikat.
Akhirnya Allen Pope dibebaskan secara diam-diam oleh suatu misi rahasia saat subuh, Februari 1962.
Saat itu Bung Karno sempat berpesan pada Pope “Tinggalkan Indonesia, dan jangan pernah kembali atawa negaramu membayar pembebasanmu lagi dengan harga lebih mahal”.
Kini, saat Indonesia dikerjai Amerika dengan aksi penyadapan, Presiden SBY sama sekali tak membuat gerakan membalas tindakan arogan itu.
Jangankan membalas, mengecam saja, SBY tidak.
Pantas saja, nama Soekarno tetap harum di mata internasional meski berpulang puluhan tahun silam.
Tetapi perjuangan, dan dedikasinya memajukan Indonesia tetap dikenang hingga kini.