Garut News ( Kamis, 21/11 ).
Sekurangnya 75 persen perusahaan di Kabupaten Garut, Jabar, hingga kini masih belum menerapkan “Upah Minimum Kabupaten” (UMK) pada pembayaran gaji para karyawan.
Bahkan, hanya membayar upah pekerja berkisar Rp400-600 ribu setiap bulan.
Atawa bernilai jauh di bawah UMK Garut 2013 sebesar Rp965.000.
Terlebih lagi UMK Garut 2014, kini diusulkan sebesar Rp1.085.000.
Ironinya, para buruh perusahaan tersebut cenderung tak pernah memprotes kondisi ini.
Sehingga pihak dinas terkait kesulitan melakukan penindakan pada perusahaannya bekerja.
“Pada dasarnya, UMK ini kembali ke karyawan. Kebanyakan karyawan di Garut seperti tak tahu hak mereka, sehingga gaji di bawah UMK ditawarkan perusahaan pun disepakati. Kita juga sulit melakukan penegakkan hukum jika begitu,” ungkap Pengawas Ketenagakerjaan pada Disnakersostrans kabupaten setempat, Nurhaida Dasmina, Kamis (21/11).
Dikemukakan, kebanyakan pengusaha tak menerapkan UMK dari kalangan pertokoan, disusul koperasi, industri kulit Sukaregang, dan perusahaan jasa leasing.
Kondisi itu, juga diperparah banyak industri perhotelan, restoran, malahan perbankan berupah tak mencapai UMK.
“Banyak perhotelan di Garut upahnya masih Rp400-500 ribu. Mencapai UMK, paling pada tingkat top manajer. Perbankan juga seperti itu, terutama tenaga outsourcing. Terbilang cukup bagus UMK-nya, perkebunan. Tetapi itupun masih terdapat borongan,” katanya.
Diduga, banyaknya karyawan menerima saja upah kecil meski jauh dari UMK lantaran mereka sangat membutuhkan pekerjaan.
Kata dia, lapangan pekerjaan di Garut sulit diperoleh.
Tak adanya serikat pekerja kuat di Kabupaten Garut, juga ditengarai menjadi penyebab minimnya upah pekerja.
Pihak perusahaan cenderung semena-mena melaksanakan kewajibantanpa memerhatikan kesejahteraan karyawan.
Dikatakan, pihak perusahaan selalu berdalih kondisi perusahaan, dan kemampuan keuangan belum mampu membayar karyawan sesuai UMK.
“Padahal sebelum mendirikan perusahaan, tentu segala jenis aturan mengenai kewajiban perusahaan atawa kemampuan dana kudu dipahami, dan diperhitungkan. Ternyata, banyak pengusaha berdalih akal-akalan menyiasati agar UMK tak diterapkan,” kata Nurhaida.
***** Zainul, JDH.