Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Jum’at, 07/07 – 2017 ).
Seorang penumpang Batik Air, Joice Warouw, menolak melepas arloji ketika menjalani pengecekan keamanan di Bandara Sam Ratulangi, Manado, Rabu pagi lalu. Joice justru memukul dan menampar petugas bandara sembari sesumbar dia istri jenderal polisi.
Keributan ini sejatinya dilatari alasan sepele. Ketika Joice melewati pemindai logam atau walk-through metal detector di Screening Check Point 2, alat itu berbunyi. Petugas mendapati perempuan itu masih mengenakan arloji di pergelangan tangannya, kemudian meminta jam itu dilepas. Namun Joice marah-marah dan memukulnya. Petugas bandara lainnya, yang melihat kejadian itu, berusaha melerai dan menjelaskan aturannya. Joice malah menggamparnya.
Arloji, kunci, mantel, jaket, topi, ikat pinggang, ponsel, dan barang-barang yang mengandung unsur logam memang wajib dilepas saat pemeriksaan keamanan melalui mesin x-ray. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 23 Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/2765/XII/2010 tentang Tata Cara Pemeriksaan Keamanan Penumpang, Personel Pesawat Udara, dan Barang Bawaan yang Diangkut dengan Pesawat Udara dan Orang Perseorangan.
Dasar peraturan itu adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Selain barang-barang tersebut, laptop dan perangkat elektronik lainnya serta segala bentuk cairan dan gel juga dipindai dengan mesin x-ray. Sanksi bagi calon penumpang yang melanggar peraturan tersebut ialah tak diizinkan terbang. Joice kemudian menjalani pemeriksaan di Kepolisian Sektor Bandara Sam Ratulangi.
Kekerasan yang dialami petugas bandara tak bisa dibiarkan. Kita patut mendukung dua petugas bandara yang melaporkan tindakan Joice ke polisi. Jika benar Joice istri jenderal polisi, seharusnya dia memberi contoh bagaimana menjadi warga negara yang baik. Bukan malah balik melaporkan dua petugas bandara yang sudah ia pukul dan tampar dengan tuduhan perbuatan tidak menyenangkan.
Polisi harus jernih dalam memproses kedua laporan tersebut, mana yang melanggar dan mana yang menjalankan tugas semata. Kasus ini mesti dikawal supaya memberi efek jera. Musababnya, bukan sekali-dua kali keangkuhan pejabat terjadi.
Pada Juni 2013, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Provinsi Bangka-Belitung, Zakaria Umar Hadi, marah dan memukul pramugari yang menegurnya karena masih memakai ponsel di dalam pesawat. Pramugari tersebut melaporkan Zakaria ke polisi. Kasus ini berakhir di Pengadilan Sungailiat, dan hakim menghukum Zakaria 5 bulan penjara.
Empat bulan setelahnya, Wakil Ketua Ombudsman Azlaini Agus menampar seorang petugas Bandara Sultan Syarif Kasim II lantaran dianggap tak bisa menjelaskan kenapa penerbangan tertunda. Akibat kejadian itu, Azlaini diberhentikan dari Ombudsman.
*********
Opini Tempo.co