Jumat , 09 June 2017, 16:17 WIB
Red: Agung Sasongko
AlquranREPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –
– Allah menurunkan Alquran untuk menjadi petunjuk bagi manusia. Fungsi utama Alquran adalah sebagai hidayah. Tapi, bagaimana Alquran bisa aktif memberikan hidayah jika kita tak memahami artinya.
Alquran harus dipahami. Allah berfirman, “Afala yatadabbarunal quran.” Apakah mereka tak mau mentadaburkan Alquran? Tadabur itu berarti merenung kannya. Kita tak mungkin bisa merenung kan makna apa yang difirmankan Allah tanpa mengetahui penjelasannya. Itu dalam fungsi hidayah, di situlah penting nya ilmu tafsir.
Ayat Alquran dari sisi penafsirannya, menurut ulama, dibagi menjadi empat. Ini paling mendasar. Pertama, ayat Alquran yang la ya’lamuhu illallah. Makna dan yang dimaksudkan dalam sejumlah ayat hanya Allah yang tahu.
Sedikit sekali, terbatas sekali. Contohnya adalah ayat ayat pembuka surah: alif lam mim dalam al-Baqarah. Kemudian kaf ha ya ‘ain shad dalam surah Maryam. Ada ayat yang berbunyi, tha ha, nun, ya sin, dan lainnya. Semuanya adalah furuf-huruf yang menjadi pembuka surah Alquran.
Ayat seperti itu cukup kita yakini. Cukup kita imani sebatas apa yang kita baca. Artinya, biarlah Allah yang tahu. Tak perlu terlalu jauh merenungkan makna ayat itu.
Kedua ilmus sa’ah. Innallaha indahu ‘ilmus sa’ah. Ilmu tentang kiamat. Jangan habiskan waktu untuk duduk di tengah sawah memikirkan kiamat seperti apa, apakah matahari jatuh atau tsunami. Hanya Allah yang mengetahui persis tentang kiamat berikut perinciannya.
Kalau ada hadis menceritakan kiamat, maka nas itu adalah bagian dari mendekatkan pemahaman untuk mengingatkan kita tentang kiamat. Tidak ada yang mengetahui apa yang akan Allah lakukan untuk manusia pada hari esok.
Ketiga, ayat yang tak perlu ilmu dalam. Tak perlu studi panjang untuk mengetahui makna nya. Maknanya sudah jelas sejelas matahari di siang hari. Contoh nya, termasuk ayat yang berkaitan dengan pokok akidah, fa’lam annahu la ilaha illallah, tak ada tafsir lain. itu saja sudah. La ila ha illallah artinya tak ada Tuhan selain Allah. Lafaznya tak mengandung makna lain.
Kalau ada orang mencoba mengotakatik ayat tersebut, berarti ini orang jahil. Ini bagian dari ayat Alquran yang tidak untuk diperselisihkan. Inti akidah dan syariah ada di sini. Kita merem saja sudah mengerti apa maksudnya.
Keempat, ayat-ayat yang makna utuhnya memerlukan penjelasan dari nabi kita Muhammad SAW. Ini terkait dengan perincian ibadah, waaqimushalah wa atuzzakah, ketika masuk shalat waktunya kapan, syarat sahnya apa saja. Cari penjelasannya pada sunah Rasulullah. Nabi Muhammad bersabda, shalatlah sebagaimana engkau melihat aku melaksanakannya.
Kelima adalah ayat-ayat yang memerlukan pengkajian khusus, membutuhkan pengetahuan bahasa, asbab nuzul, pemahaman muhkam mutasyabih, nasikh, mansukh, dan lainnya. Poin keempat dan kelima ini adalah objek kajian tafsir. Yang boleh masuk ke dalam ranah ini adalah yang memiliki bekal untuk itu, bukan sembarang orang.
Tak ada yang berhak menafsirkan al-Maidah 51 kecuali ulama. Jangankan yang non-Muslim, yang Muslim saja belum tentu memahami artinya. Tidak bisa sembarangan. Bagi yang tidak memiliki ilmu, Islam mengajarkan, “Fas’al ahlazzikri.” Tanya yang mengetahui. Tanya ahlinya. Urusan penyakit kita bertanya kepada dokter. Apalagi, memahami Alquran, tak bisa sembarangan. ¦
Oleh: Dr TGH Muhammad Zainul Majdi, Gubernur NTB
*********
Republika.co.id