Aksi ‘May Day’ Buruh Garut Desak Tujuh Tuntutan

Aksi ‘May Day’ Buruh Garut Desak Tujuh Tuntutan

1074
0
SHARE
Ofik Saba Berorasi di Lapangan Apel Setda Garut.

Garut News ( Selasa, 01/05 – 2018 ).

Ofik Saba Berorasi di Lapangan Apel Setda Garut.

Semarak ribuan buruh di Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada rangkaian aksi peringatan ‘May Day’, Selasa (30/04-2018), mereka mendesak bisa segera dipenuhinya “Tujuh Tuntutan Buruh Garut”.

Ketujuh tuntutan tersebut terdiri 1. Berlakukan Upah Layak, 2. Cabut Penghapusan Subsidi Bahan Pokok, BBM dan Listrik, 3. Tolak Kebijakan yang Menyengsarakan Buruh dan Rakyat Miskin.

Kemudian 4. Bangun Industri Nasional dan Daerah, Tolak Insvasi Asing, 5. Cabut PP 78 dan Tolak Perprers Tenaga Kerja Asing, 6. Penegakan HAM dan Demokrasi, serta 7. Hapus Sistem Kerja Kontrak dan Outsoursing.

Demikian lantang gegap gempita orasi bergantian juga disuarakan salah – satu perwakilan buruh termasuk Korlap penyelenggaraan ‘‘long march’ , Ofik Saba. Mereka pun di lapangan Setda kabupaten setempat membentangkan poster desakan segera ketujuh tuntutan, sekaligus menggelar bhakti sosial kebersihan, serta donor darah.

Didesak pertanyaan Garut News, Kepala ‘Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi’ (Disnakertrans) Kabupaten Garut, Rd. H Tedi, S.Sos, M.Si katakan, desakan segera ketujuh tuntutan itu, realisasinya tergantung kebijakan pemerintah pusat.

Ketua Aliansi Buruh Garut, Indra Kurniawan (Kiri), Berbincang Serius Dengan Kepala Dinsosnakertrans Garut.

Pihaknya hanya bisa membantu mengusulkan, bahkan daerah juga hanya bisa melakukan pembinaan. Lantaran pengawasan dan penindakan perusahaan yang tak membayar upah sesuai UMK, merupakan kewenangan Dinas Tenaga Kerja Provinsi.

Sehingga selama ini pun terjadi ketimpangan, padahal setiap terjadi permasalahan perburuhan yang paling terdampak adalah daerah, ungkap Tedi.

Anak – anak dan Balita Juga Semarakan Aksi “May Day” di Garut.

Sedangkan mengenai aksi peringatan ‘My Day’ dinilai berlangsung prosedural, sehingga patut diapresiasi lantaran tak ada kalangan buruh Garut yang pergi ke Jakarta, melainkan mereka menyelenggarakan aksinya di Garut, katanya pula.

Hingga kini banyak pengusaha di Kabupaten Garut atau mencapai 60 persen di antaranya secara normatif masih belum memenuhi hak dasar buruh, lantaran kewajiban mereka membayar upah hanya di bawah  “Upah Minimum Kabupaten” (UMK).

“Sehingga selain merevitalisasi menyatukan soliditas seluruh buruh di kabupaten setempat, dan desakan direvisinya Perpres Nomor 20/2018 tentang Penggunaan TKA, penyelesaian pembayaran upah di bawah UMK secara targeting pun bakal mewarnai momentum ‘may day’ 2018 ini,” ungkap Ketua Aliansi Buruh Garut, Indra Kurniawan.

Bhaksi Sosial Donor Darah pada Aksi “My Day” di SOR Ciateul Garut.

Mediator Hubungan Industrial pada Disnakertrans Kabupaten Garut, A. Yudi. T, SH, MH katakan di kabupatennya ada 711 perusahaan yang memerkerjakan sekitar 33.000 orang, yang hanya memiliki lima orang pengawas.

“Sedangkan yang paling fundamental bisa menyatukan termasuk mewadahi seluruh serikat pekerja aktif buruh Garut, agar mereka pun bisa memahami hak, dan kewajibannya secara paripurna,” imbuh Indra Kurniawan.

Kemudian penyelesaian masalah UMK secara targeting, diharapkan pula bisa dicapai melalui kesepakatan bersama, sehingga hak buruh yang terabaikan selama ini bisa dipenuhi secara terencana dan terukur.

Semarak Aksi Peringatan “My Day” di Sarana Olahraga Ciateul Garut.

Disusul minumnya SDM pengawasan yang dikelola Disnaker Provinsi Jawa Barat, juga diingatkan agar beralih ke kabupaten guna melaksanakan hak otonomnya, sekaligus ditanggulanginya kesenjangan jumlah buruh dengan sedikitnya tenaga pengawas buruh yang sangat tak seimbang.

“Karena itu, ragam permasalahan yang masih membelenggu nasib kalangan buruh itu, juga diharapkan bisa tuntas melalui pembahasan bersama setiap seluruh stakehorder maupun pemangku kewajiban di kabupaten ini,” tandas Indra Kurniawan.

Dalam pada itu, Perpres Nomor 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang diberlakukan sejak 29 Maret 2018, dinilai sebagai kebijakan politik pemerintah yang dikhawatirkan berdampak kontraproduktif.

Perpres pengganti Perpres Nomor 72/2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, juga dinilai memberi pelbagai kelonggaran kepada TKA.

Bisa berisiko memicu tumbuhnya kecemburuan sosial di kalangan pekerja lokal kepada TKA karena perbedaan fasilitas dan gaji mereka terima.

Berdasar hasil investigasi Ombudsman Republik Indonesia (ORI) di tujuh provinsi menemukan, tak sedikit TKA ternyata bekerja sebagai tenaga kasar dengan bayaran tiga kali lipat lebih tinggi daripada pekerja lokal (Republika, 27 April 2018).

Juga dapat berisiko menambah panjang daftar antrean pencari kerja di Tanah Air, sehingga pemerintah pun harus berusaha meningkatkan posisi tawar pekerja lokal, serta meningkatkan kompetensi dan keahlian tenaga kerja lokal sebagai fondasi yang perlu dibangun agar nasib pekerja kita tidak makin terpinggirkan, ungkap sumber lainnya.

*********

Esay/Fotografer : John Doddy Hidayat.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY