Garut News ( Ahad, 14/09 – 2014 ).
Meski terlambat, keputusan Presiden Yudhoyono menerbitkan peraturan presiden mengenai jaringan pita lebar (broadband) Internet patut dihargai.
Keputusan yang diteken pekan ini sudah lama ditunggu.
Dengan aturan baru itu, pemerintah menjamin kelancaran koneksi Internet ke seluruh Indonesia. Kesenjangan Internet antarwilayah menghambat pertumbuhan ekonomi diharapkan teratasi.
Kemudahan akses Internet bagi seluruh warga pun diharapkan lebih terjamin.
Lemahnya infrastruktur Internet Indonesia, lama dikeluhkan. Saat ini, di Asia-Pasifik, Indonesia negara berakses Internet paling lambat.
Dengan kecepatan akses rata-rata 1,6 Mbps (megabit per detik), kita hanya unggul dari India. Tetangga seperti Malaysia, Thailand, apalagi Singapura, jauh di atas Indonesia.
Rata-rata kecepatan Internet mereka melebihi 5 Mbps.
Bukan hanya kecepatan, ketersediaan akses Internet di pulau-pulau jauh dari Pulau Jawa pun bermasalah.
Padahal pertumbuhan jumlah pengguna Internet di Indonesia sangat pesat. Sampai akhir tahun ini, pengguna aktif bakal menembus angka 104 juta orang.
Bahkan, di pulau-pulau di kawasan Indonesia timur, pertumbuhan itu jauh lebih tinggi dibanding di Jawa.
Akibatnya, tercipta kontradiksi. Tingginya permintaan akses Internet cepat tak diiringi pertumbuhan akses dan infrastruktur.
Ada kesenjangan besar antara permintaan dan ketersediaan. Hasilnya, kalaupun mereka mampu menjangkau akses Internet, kecepatannya sangat lambat.
Ini lantaran jalur yang ada harus dibagi dengan begitu banyak pengguna lain.
Tersedianya akses Internet dengan kecepatan cukup, tentu bukan demi kenikmatan menonton video di YouTube atau beragam info di media sosial.
Banyak kajian membuktikan, tersedianya Internet bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia, misalnya, kontribusi Internet terhadap ekonomi mencapai 1,6 persen dari total PDB 2011 sebesar Rp 7.427 triliun atawa sekitar Rp 118 triliun.
Dengan Perpres baru itu, kita berharap proyek Palapa Ring, yaitu pembangunan jaringan serat optik bawah laut penghubung seluruh wilayah Indonesia, segera terwujud.
Proyek dimulai pada 2007 ini sampai sekarang baru selesai separuh. Lewat Palapa Ring, diharapkan tak ada lagi keluhan wilayah terpencil kesulitan berkomunikasi.
Namun masalah Internet di Indonesia bukan hanya infrastruktur. Soal juga kudu diatasi mahalnya tarif Internet.
Terjadi sebab regulasi jaringan belum dibenahi. Juga karena para provider Internet diam-diam membentuk kartel.
Ditambah mahalnya Bea Hak Penyelenggaraan kudu dibayar penyedia Internet ke pemerintah, tarif Internet pun sulit diturunkan.
Itu sebabnya, Perpres broadband harus dianggap langkah awal. Perpres ini tak ada gunanya jika tak dibarengi pembenahan menyeluruh.
Hanya dengan pembenahan menyeluruh, hak masyarakat mendapatkan akses komunikasi murah, dan terjangkau bisa terpenuhi.
*******
Opini/Tempo.co