Setelah Gaduh Pertamina

Setelah Gaduh Pertamina

1059
0
SHARE
Ilustrasi. Kian Terkurasnya Potensi Sumber Daya Alam.

Fotografer : John Doddy Hidayat

Garut News ( Senin, 06/02 – 2017 ).

Ilustrasi. Kian Terkurasnya Potensi Sumber Daya Alam.
Ilustrasi. Kian Terkurasnya Potensi Sumber Daya Alam.

Solusi persoalan kepemimpinan di PT Pertamina sebetulnya sederhana, yakni hanya dengan menghapus jabatan wakil direktur utama dari struktur direksi. Sayangnya, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sebagai wakil pemegang saham pemerintah di perusahaan minyak dan gas itu, memilih jalan aneh: mencopot sekaligus Direktur Utama Dwi Soetjipto dan wakilnya, Ahmad Bambang.

Muncul kesan, Kementerian BUMN tak mau ada pihak yang merasa menang dalam kisruh kepemimpinan itu. Padahal, persoalan muncul justru setelah Kementerian mengesahkan struktur baru yang diusulkan komisaris dan memberikan kewenangan yang besar kepada wakil direktur utama. Pengisi jabatan itu disebutkan berwenang menandatangani berbagai keputusan jika direktur utama tidak berada di kantor.

Ilustrasi. Masih Banyaknya Penduduk Miskin.
Ilustrasi. Masih Banyaknya Penduduk Miskin.

Dewan Perwakilan Rakyat mempersoalkan perubahan struktur yang menciptakan “matahari kembar” itu. Mereka menuduh Ahmad Bambang ditunjuk karena kedekatannya dengan Menteri BUMN Rini Soemarno. Apalagi, Bambang sebenarnya juga sedang berada dalam pusaran kasus dugaan korupsi penyediaan dan pengoperasian kapal di PT Pertamina Trans Kontinental pada 2012-2014 yang disidik Kejaksaan Agung.

Diusulkan Dewan Komisaris pada Agustus tahun lalu, penambahan jabatan disebutkan karena semakin luasnya jangkauan usaha Pertamina. Komisaris menganggap diperlukan posisi baru untuk mengawasi bisnis pengolahan dan hilir perusahaan, dua hal yang diserahkan sebagai tanggung jawab wakil direktur utama.

Segera saja, ketidakharmonisan muncul di antara kedua petinggi Pertamina itu. Muncul pula perkubuan di jajaran direksi.

Gesekan terjadi, misalnya, dalam soal impor solar dan kerusakan kilang. Keputusan-keputusan untuk mengisi sejumlah posisi strategis juga tak bisa segera diambil karena direktur utama ataupun wakil direktur utama tersandera perbedaan kepentingan. Dalam beberapa hal, satu di antara mereka memilih jalan sendiri.

Sebut saja soal impor solar pada Januari 2017, yang dilakukan di luar perencanaan rutin. Impor dadakan itu membuat Pertamina harus membayar dengan harga lebih tinggi. Direktur utama menolak mengesahkan keputusan yang diambil wakilnya bersama direktur pengolahan, direktur pemasaran, serta unit pembelian minyak dan Integrated Supply Chain (ISC) itu.

Tapi Ahmad Bambang kemudian mengesahkannya sendiri ketika Dwi Soetjipto sedang berada di luar kota.

Jika tujuannya hendak menguatkan perusahaan yang kini sedang menangani megaproyek pembangunan sejumlah kilang itu, penggusuran dua pemimpin tertingginya malah berefek sebaliknya. Apalagi, Kementerian hanya menunjuk pelaksana tugas direktur utama untuk memimpin perusahaan beraset sekitar Rp 700 triliun itu.

Keputusan Menteri Rini menghapus jabatan wakil direktur utama sudah tepat. Tapi pemerintah semestinya segera menunjuk direktur utama untuk memimpin perusahaan negara terbesar itu. Dwi Soetjipto telah membawa Pertamina meraih keuntungan yang melebihi perusahaan tetangga, Petronas, pada tahun lalu. Selain mesti bebas dari kepentingan orang per orang, penggantinya wajib meneruskan pencapaian itu.

********

Opini Tempo.co

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY