“Mereka Mendesak Segera Direlokasi Atau Bermukim di Pamengkang”
Esay/Fotografer : John Doddy Hidayat
Garut News ( Kamis, 27/07 – 2017 ).
Sebanyak 28 “kepala keluarga” (KK) atau 127 pengungsi termasuk bayi yang terdampak puncak amuk Sungai Cimanuk Garut, Jawa Barat, pada 20 September 2016 silam. Mereka lebih memilih bakal menempati Gedung Pendopo kabupaten setempat.
Daripada harus meninggalkan “hunian sementara” (Huntara) Gedung LPSE di Jalan Pramuka. Mereka juga mendesak bisa segera direlokasi, atau bermukim di Gedung Pamengkang (rumah dinas kediaman Bupati Rudy Gunawan).
“Mau pulang ke rumah bapak atau bupati di rumah dinas, sebelum direlokasi jika harus meninggalkan Huntara Gedung LPSE yang sama-sama milik pemerintah,” tandas para pengungsi yang sebagian besar kehilangan rumah beserta seluruh isinya digerus banjir bandang tersebut.
Ungkapan senada dikemukakan pula Heni Titin (60), ibu lima anak dan nenek lima cucu tersebut, Kamis (27/07-2017) juga katakan, rumah permanen miliknya seluas 48 m2 beserta seluruh isinya pun telah rata dengan tanah dilibas amuk Sungai Cimanuk.
Sehingga penduduk Kampung Sindang Wargi RT. 1/11 Kelurahan Pakuwon Kecamatan Garut Kota ini, terpaksa kini membuka warung makanan dan minuman ringan di Huntara Gedung LPSE agar bisa memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, lantaran total seluruh harta benda bernilai Rp100 juta lebih, raib terbawa hanyut.
“Bermukim di Huntara pun, kini tak lagi mendapatkan bantuan kebutuhan sembako, selain apabila terdapat sumbangsih dari kalangan dermawan,” tuturnya.
“Saya tetap akan bermukim di Huntara LPSE, kecuali jika direlokasi. Atau mendapat bantuan dana pemerintah Rp70 juta untuk membeli tanah dan membangun rumah sendiri, bahkan jika perlu pemerintah membayar kontrakan rumah, barulah saya bisa keluar dari gedung LPSE,” imbuh Janda tersebut.
“Jika tetap dipaksa harus keluar dari gedung LPSE karena bakal segera digunakan institusi teknis terkait, maka saya pun bersama pengungsi lainnya bakal berpindah mengungsi di Gedung Pendopo atau Pamengkang,” tandasnya yang juga diamini para pengungsi lainnya.
Pengungsi lainnya termasuk Aa, demikian kerap akrab disapa mengemukakan, bakal tetap bertahan di Huntara Gedung LPSE sebelum direlokasi atau mendapatkan solusi lainnya dari pemerintah, bukan berarti kami tak malu atau ingin menguasai gedung LPSE, melainkan hanya menunggu bisa segera direlokasi.
Sehingga dengan ragam alasan mendasar mereka menolak keras untuk dipindahkan ke Huntara lainnya, melainkan bakal tetap bertahan di Huntara Gedung LPSE, kecuali langsung direlokasi atau ada alternatif lainnya.
Staf Akhli Bupati, Ir Suhartono katakan, Selasa (25/07-2017), mengenai rencana pengosongan Huntara di Gedung LPSE segera digelar rapat koordinasi, katanya, antara lain.
Dalam pada itu, pembangunan rumah bagi relokasi para pengungsi hingga kini masih belum seluruhnya tuntas, sehingga kegiatan relokasi masih belum bisa direalisasikan.
Berdasar informasi berhasil dihimpun Garut News menunjukan, pembangunan rumah tapak untuk relokasi terdampak banjir bandang ini, kini mencapai sekitar 410 unit dari kebutuhan sekitar 1.307 unit rumah.
Dari 410 unit rumah tersebut, terdiri di lokasi Kopi Lombong ada 43 unit yang diagendakan tuntas seluruhnya dibangun pada Agustus mendatang, kemudian di Lengkong Jaya (127 unit) tuntas Desember, Rusun Margawati (140 unit) tengah dibangun, serta di Gadok (100 unit) bantuan “Qatar Charity Indonesia” (QSI).
Sedangkan 897 unit rumah tapak lainnya untuk relokasi diperoleh informasi diagendakan bakal dibangun pada Juli 2018 mendatang dengan dana pusat atau BNPB.
********